|
hqproperti |
PERPAJAKAN
Pajak
:
ü 􀂃 Kontribusi wajib
kepada Negara
ü 􀂃 Yang terutang
oleh Orang Pribadi/Badan
ü 􀂃 Bersifat memaksa
berdasar UU
ü 􀂃 Tidak memberikan
imbalan secara langsung
ü 􀂃 Digunakan untuk
keperluan Negara bagi rakyat
Wajib Pajak
ü 􀂃 Orang Pribadi
ü 􀂃 Badan
ü 􀂃 Yang mempunyai
hak & kewajiban perpajakan sesuai UU
Kewajiban
perpajakan bagi wajib pajak yang bergerak dalam sektor pengembang dengan
mempertimbangkan sistem perpajakan di Indonesia yang self assessment system
dimana wajib pajak diberi kepercayaan untuk menghitung, membayar/menyetor,
melapor, dan memperhitungkan sendiri pajaknya tanpa harus menunggu adanya
ketetapan dari Direktorat Jenderal Pajak.
ü PAJAK PADA TRANSAKSI JUAL
BELI REAL ESTATE
ü PAJAK PENJUAL
ü PAJAK PENGHASILAN
SEHUBUNGAN DENGAN
ü PENGALIHAN HAK ATAS TANAH
& BANGUNAN (PPh)
ü PAJAK BUMI BANGUNAN (PBB )
ü PAJAK PEMBELI
ü PAJAK PERTAMBAHAN NILAI
(PPN )
ü PAJAK PERTAMBAHAN NILAI
ATAS BARANG MEWAH (PPnBM )
ü BEA PEROLEHAN HAK ATAS
TANAH & BANGUNAN (BPHTB)
ü PENERIMAN Negara BUKAN
PAJAK (PnBP) Kewajiban PAJAK PENJUAL
ü PAJAK PENGHASILAN
SEHUBUNGAN DENGAN
ü PENGALIHAN HAK ATAS TANAH
& BANGUNAN (PPh)
Kewajiban
atas penghasilan sehubungan dengan pengalihan hak atas tanah dan/ bangunan
sesuai dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor : PP-71 Tahun 2008,
Pajak Penghasilan Final pengalihan hak atas tanah dan bangunan :
SUBJEK PAJAK
Orang
pribadi atau badan yang menerima atau memperoleh penghasilan dari pengalihan
hak atas tanah & bangunan.
OBJEK PAJAK
Atas
penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan dari pengalihan
hak atas tanah dan/atau bangunan wajib dibayar Pajak Penghasilan. Pengalihan
hak atas tanah dan/atau bangunan adalah:
penjualan,
tukar-menukar, perjanjian pemindahan hak, pelepasan hak, penyerahan hak lelang,
hibah, atau cara lain yang disepakati dengan pihak lain selain pemerintah;
TARIF
PPh
Pajak
Penghasilan Final pengalihan hak atas tanah dan bangunan :
Tarif
Penyetoran
Pelaporan
|
5%
x jumlah bruto nilai pengalihan,
(untuk rumah sederhana )
Surat
Setoran Pajak (SSP) via bank persepsi atau kantor pos.
sebelum
Akte Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan
ditandatangan
SPT
masa PPh Pasal 4 ayat (2)
Max
tanggal 20 bulan berikutnya.
|
DASAR PENGENAAN PPh
Nilai
pengalihan hak adalah nilai yang tertinggi antara nilai berdasarkan Akta
Pengalihan Hak dengan Nilai Jual Objek pajak tanah dan/atau bangunan
yang
bersangkutan,kecuali :
1.
dalam
hal pengalihan hak kepada Pemerintah adalah nilai berdasarkan
keputusan pejabat yang
bersangkutan.
2.
dalam
ha1 pengalihan hak sesuai dengan peraturan lelang adalah nilai
menurut risalah lelang
tersebut.
Nilai Jual Objek Pajak (NJOP)
pengalihan hak
ü adalah Nilai Jual Objek
Pajak menurut Surat Pemberitahuan Pajak Terutang pada Pajak Bumi dan Bangunan
tahun ybs atau dalam hal Surat Pemberitahuan Pajak Teru tang dimaksud belum
terbit, adalah Nilai Jual Objek Pajak menurut Surat Pemberitahuan Pajak
Terutang tahun pajak sebelumnya.
ü Apabila tanah dan/atau
bangunan tersebut belum terdaftar pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama, maka
Nilai Jual Objek Pajak yang dipakai adalah Nilai Jual Objek Pajak menurut surat
keterangan yang di terbitkan Kepala Kantor yang wilayah kerjanya meliputi
lokasi tanah dan/ atau bangunan yang bersangkutan berada.
Rumah
Sederhana dan Rumah Susun Sederhana Rumah Sederhana sebagaimana dimaksud di
atas terdiri atas Rumah Scdcrhana Sehat dan Rumah Inti Tumbuh. Rumah Susun
Sederhana sebagaimana dimaksud di atas adalah bangunan bertingkat yang dibangun
dalam suatu lingkungan yang dipcrgunakan sebagai tempat hunian yang dilengkapi
dengan KM/WC dan dapur baik bersatu dengan unit hunian maupun terpisah dengan
penggunaan komunal termasuk Rumah Susun Sederhana Milik.
Pengecualian
Dikecualikan
dari kewajiban pembayaran atau pernungutan Pajak Penghasilan adalah:
1.
orang
pribadi yang mempunyai penghasilan di bawah Penghasilan Tidak Kena Pajak yang
melakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan dengan jumlah bruto
pengalihannya kurang dari Rp60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah) dan bukan
merupakan jumlah yang dipecahpecah
2.
orang
pribadi atau badan yang menerima atau memperoleh penghasilan dari pengalihan
hak atas tanah dan/atau bangunan kepada Pemerintah guna pelaksanaan pembangunan
untuk kepentingan umum yang memerlukan persyaratan khusus
3.
orang
pribadi yang melakukan pengalihan tanah dan/atau bangunan dengan cara hibah
kepada derajat, badan keagamaan, badan pendidikan, pribadi yang menjalankan
usaha mikro dan kecil, Peraturan Menteri Keuangan, sepanjang hibah tersebut
tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan antara
pihakpihak yang bersangkutan; keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu
yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan badan sosial termasuk yayasan,
koperasi atau orang
4.
badan
yang melakukan pengalihan tanah dan/atau bangunan dengan cara hibah kepada
badan termasuk yayasan, koperasi atau orang pribadi yang ketentuannya diatur
lebih lanjut dengan Peraturan Menteri Keuangan, sepanjang hibah tersebut tidak
ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan antara
pihak-pihak yang bersangkutan; atau keagamaan, badan pendidikan, badan sosial
menjalankan usaha mikro dan kecil, yang
5.
pengalihan
hak atas tanah dan/atau bangunan karena warisan.
Example :
Harga jual
transaksi Rp 200.000.000
PPh final =
5% x Rp 200.000.000 = Rp 10.000.000
PAJAK BUMI BANGUNAN (PBB )
A. SUBJEK
PAJAK
Orang
atau badan yang secara nyata mempunyai hak atas bumi, dan atau memperoleh
manfaat atas bumi, dan atau memiliki, menguasai, dan atau memperoleh manfaat
atas bangunan.
B. OBJEK
PAJAK
1 Objek PBB ?
Objek
PBB adalah bumi dan/atau bangunan.
ü Bumi adalah seluruh bumi baik
permukaan dan tubuh bumi yang ada di bawahnya;
ü Bangunan adalah konstruksi teknik
yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada tanah dan/atau perairan.
Termasuk dalam pengertian bangunan adalah :
jalan
lingkungan yang terletak dalam suatu kompleks bangunan seperti hotel, pabrik,
dan emplasemennya, dan lain-lain yang merupakan satu kesatuan dengan kompleks
bangunan tersebut; - jalan TOL; - kolam renang; - pagar mewah; - tempat olah
raga; - galangan kapal, dermaga; - taman mewah; - tempat penampungan/kilang
minyak, air dan gas, pipa minyak; - fasilitas lain yang memberikan manfaat.
2 Objek pajak
yang tidak dikenakan PBB ?
ü Objek Pajak yang digunakan
semata-mata untuk melayani kepentingan umum di bidang ibadah, sosial,
kesehatan, pendidikan, dan kebudayaan nasional, yang tidak dimaksudkan untuk
memperoleh keuntungan;
ü Objek Pajak yang digunakan
untuk kuburan, peninggalan purbakala, atau yang sejenis dengan itu;
ü Objek Pajak merupakan hutan
lindung, hutan suaka alam, hutan wisata, taman nasional, tanah penggembalaan
yang dikuasai oleh desa, dan tanah negara yang belum dibebani suatu hak;
ü Objek Pajak yang digunakan
oleh perwakilan diplomatik, konsulat berdasarkan asas perlakuan timbal balik;
ü Objek Pajak yang digunakan
oleh badan atau perwakilan organisasi internasional yang ditentukan oleh
Menteri Keuangan.
C. TARIF
PBB
Tarif
PBB adalah tunggal sebesar 0,5% (lima per sepuluh persen)
D. DASAR
PENGENAAN DAN CARA MENGHITUNG PBB
1.
Pegurang
dalam penghitungan PBB Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NJOPTKP).
NJOPTKP diberikan kepada setiap Wajib Pajak sebagai pengurang penghitungan PBB
terutang.
2.
Besarnya
NJOPTKP
NJOPTKP ditetapkan secara
regional (setiap kabupaten/kota) paling banyak sebesar Rp12.000.000,00 (dua
belas juta rupiah) untuk setiap Wajib Pajak oleh Kepala Kanwil DJP atas nama
Menteri Keuangan dengan mempertimbangkan pendapat Pemda setempat.
3.
Perlakuan
pemberian NJOPTKP
kepada Wajib Pajak yang
memiliki lebih dari satu Objek PBB NJOPTKP diberikan hanya sekali untuk Objek
PBB yang nilainya paling tinggi untuk satu tahun pajak.
4.
Dasar
pengenaan PBB
Dasar pengenaan PBB adalah
Nilai Jual Objek Pajak (sales value = NJOP), yaitu harga rata-rata yang
diperoleh dari transaksi jual beli yang terjadi secara wajar. Bilamana tidak
terdapat transaksi jual beli, NJOP ditentukan melalui perbandingan harga dengan
objek lain yang sejenis, atau nilai perolehan baru, atau Nilai Jual Objek Pajak
pengganti. NJOP ditetapkan setiap tiga tahun oleh Menteri Keuangan, kecuali
untuk daerah tertentu ditetapkan setiap tahun sesuai perkembangan daerahnya.
Yang dimaksud dengan :
ü
Perbandingan
harga dengan objek lain yang sejenis, adalah suatu pendekatan/metode penentuan
nilai jual suatu objek pajak dengan cara membandingkannya dengan objek pajak
lain yang sejenis yang letaknya berdekatan dan fungsinya sama dan telah
diketahui harga jualnya;
ü
Nilai
perolehan baru, adalah suatu pendekatan/metode penentuan nilai jual suatu objek
pajak dengan cara menghitung seluruh biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh objek
tersebut pada saat penilaian dilakukan, yang dikurangi dengan penyusutan
berdasarkan kondisi fisik objek tersebut;
ü
Nilai
jual pengganti, adalah suatu pendekatan/metode penentuan nilai jual suatu objek
pajak yang berdasarkan pada hasil produksi objek pajak tersebut.
5.
Cara
untuk memudahkan penghitungan PBB terutang Cara untuk memudahkan penghitungan
PBB terutang adalah dengan membuat klasifikasi bumi dan bangunan, yaitu
pengelompokan bumi dan bangunan menurut nilai jualnya. Klasifikasi dimaksud
sekaligus sebagai pedoman penentuan NJOP. Faktor-faktor yang diperhatikan dalam
dalam penentuan klasifikasi bumi adalah :
1. letak; 2. peruntukan; 3.
pemanfaatan; 4. kondisi lingkungan dan lain-lain Faktor-faktor yang
diperhatikan dalam dalam penentuan klasifikasi bangunan adalah : 1. bahan yang
digunakan; 2. rekayasa; 3. letak; 4. kondisi lingkungan dan lain-lain.
6.
Dasar
penghitungan PBB
Dasar penghitungan PBB
adalah Nilai Jual Kena Pajak (assessment value = NJKP) yaitu suatu persentase
tertentu dari NJOP yang dipergunakan sebagai dasar penghitungan PBB. NJKP
ditetapkan serendah-rendahnya 20% (dua puluh persen) dan setinggi-tingginya
100% (seratus persen) dari NJOP.
o
1)
sebesar 40 % dari NJOP apabila NJOP bernilai Rp1.000.000.000,- (satu milyar
rupiah ) atau lebih;
o
2)
sebesar 20 % dari NJOP apabila NJOP bernilai kurang dari Rp1.000.000.000,-
(satu milyar rupiah ).
7.
Cara
menghitung PBB terutang
Penghitungan
PBB adalah sebagai berikut :
•
-NJOP
sebagai dasar pengenaan PBB = Jumlah NJOP bumi dan bangunan• - NJOP untuk penghitungan
PBB = NJOP sebagai dasar pengenaan PBB dikurangi dengan NJOPTKP
•
-NJKP
= (20% atau 40%)* x NJOP untuk penghitungan PBB
•
-PBB
yang terutang = 0,5% x NJKP NJOP bumi = luas bumi x NJOP bumi per m2 NJOP
bangunan = luas bangunan x NJOP bangunan per m2 *) Besarnya ditentukan
berdasarkan jumlah NJOP bumi dan bangunan dan sektor.
E. TAHUN PAJAK, SAAT, DAN
TEMPAT YANG MENENTUKAN PBB TERUTANG
1.
Saat PBB terutang
Saat
PBB terutang adalah keadaan objek PBB pada tanggal 1 Januari untuk suatu tahun
pajak tertentu (jangka waktu satu tahun takwim)
2.
Tempat PBB terutang
Tempat
PBB terutang adalah : Meliputi letak objek PBB.
F. PENDAFTARAN, SURAT
PEMBERITAHUAN OBJEK PAJAK (SPOP)
SURAT
PEMBERITAHUAN PAJAK TERUTANG (SPPT), DAN SURAT KETETAPAN PAJAK (SKP)
1.
Apa
kewajiban subjek PBB dalam rangka pendaftaran Objek PBB ? Mendaftarkan objek
PBB-nya dengan mengisi SPOP secara jelas, benar, dan lengkap serta
ditandatangani dan disampaikan ke KPPBB/KP4/tempat lain yang ditunjuk yang
wilayah kerjanya meliputi letak objek PBB, selambat-lambatnya 30 (tiga puluh)
hari setelah tanggal diterimanya SPOP oleh subjek PBB. Pelaksanaan dan tata
cara pendaftaran objek pajak sebagaimana diatur lebih lanjut oleh Menteri
Keuangan. SPOP adalah sarana bagi Wajib Pajak untuk mendaftarkan Objek PBB yang
akan dipakai sebagai dasar untuk menghitung PBB yang terutang. Yang dimaksud
dengan jelas, benar, dan lengkap adalah :
•
Jelas,
berarti penulisan data yang diminta dalam SPOP dibuat sedemikian rupa, sehingga
tidak menimbulkan salah tafsir yang dapat merugikan negara maupun Wajib Pajak
sendiri;
•
Benar,
berarti data yang dilaporkan harus sesuai dengan keadaan yang sebenarnya;
•
Lengkap
berarti seluruh bagian yang harus diisi oleh Wajib Pajak terisi semua dan
ditandatangani.
2. sanksi yang dapat dikenakan
apabila Wajib Pajak tidak mengembalikan SPOP atau mengisi SPOP secara jelas,
benar, dan lengkap
a.
Sanksi
Administrasi
•
Dalam
hal WP tidak menyampaikan kembali SPOP pada waktunya dan setelah ditegur secara
tertulis tidak disampaikan sebagaimana ditentukan dalam surat teguran, maka
akan diterbitkan Surat Ketetapan Pajak (SKP) dengan sanksi berupa denda
administrasi sebesar 25% dari PBB yang terutang.
•
Apabila
pengisian SPOP setelah diteliti atau diperiksa ternyata tidak benar (lebih
kecil), maka akan diterbitkan SKP dengan sanksi berupa denda administrasi
sebesar 25% dari selisih besarnya PBB yang terutang.
b. Sanksi Pidana
•
Barang
siapa karena kealpaannya tidak mengembalikan SPOP atau mengembalikan SPOP
tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap dan/ atau melampirkan keterangan
yang tidak benar sehingga menimbulkan kerugian bagi negara, dipidana dengan
pidana kurungan selama-lamanya 6 (enam) bulan atau denda setinggi-tingginya 2
(dua) kali lipat pajak yang terutang;
Barang siapa karena dengan sengaja :
1.
Tidak
mengembalikan atau menyampaikan SPOP kepada Direktorat Jenderal Pajak;
2.
Menyampaikan
SPOP tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap dan atau melampirkan
keterangan yang tidak benar;
3.
Memperlihatkan
surat palsu atau dipalsukan atau dokumen yang palsu atau dipalsukan seolah-olah
benar;
4.
Tidak
memperlihatkan data atau tidak meminjamkan surat atau dokumen lainnya;
5.
Tidak
menunjukkan data atau tidak menyampaikan keterangan yang diperlukan; sehingga
menimbulkan kerugian pada negara, dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya
2 (dua) tahun atau denda setinggi-tingginya sebesar 5 (lima) kali pajak yang
terutang. Sanksi pidana tersebut dilipatkan dua apabila seseorang melakukan
lagi tindak pidana di bidang perpajakan sebelum lewat satu tahun, terhitung
sejak selesainya menjalani sebagian atau seluruh pidana penjara yang dijatuhkan
atau sejak dibayarnya denda.
3. SPPT
SPPT
adalah Surat Keputusan Kepala KPPBB mengenai besarnya PBB terutang yang harus
dibayar oleh Wajib Pajak pada 1 (satu) tahun pajak tertentu. SPPT diterbitkan
berdasarkan data sebagaimana tertulis pada SPOP.
4. Hak Wajib
Pajak atas SPPT
•
Menerima
SPPT PBB setiap tahun pajak.
•
Mendapatkan
penjelasan segala sesuatu yang berhubungan dengan ketetapan PBB.
•
Mengajukan
keberatan dan atau pengurangan.
•
Mendapatkan
Surat Tanda Terima Setoran (STTS) atau Bukti Pelunasan Pembayaran PBB dari
Tempat Pembayaran (TP yaitu Bank/Kantor Pos yang tercantum pada SPPT atau ATM)
atau Tanda Terima Sementara (TTS) dari petugas pemungut PBB Kelurahan/Desa yang
ditunjuk resmi dengan SK Walikota/Bupati.
5. kewajiban Wajib Pajak atas
SPPT
•
Menandatangani
bukti tanda terima SPPT dan menyampaikannya kembali kepada Lurah/Kepala
Desa/Dinas Pendapatan Daerah/KP4 untuk diteruskan ke KPPBB yang menerbitkan
SPPT atau menyampaikannya ke KPPBB.
• Membayar/melunasi
PBB terutang pada tempat yang telah ditentukan.
6. SKP PBB?
SKP
PBB adalah Surat Keputusan Kepala KPPBB yang memberitahukan besarnya PBB yang
terutang termasuk denda administrasi kepada Wajib Pajak yang tidak memenuhi
kewajiban perpajakan sebagaimana mestinya.
1.
Apa yang menyebabkan SKP PBB diterbitkan ?
SKP
diterbitkan apabila :
•
Surat
Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP) tidak disampaikan kembali dalam jangka waktu
30 hari dan setelah ditegur secara tertulis tidak disampaikan sebagaimana
ditentukan dalam surat teguran.
•
Berdasarkan
hasil pemeriksaan atau keterangan lain yang ada ternyata jumlah PBB yang
terutang lebih besar dari jumlah PBB yang dihitung berdasarkan SPOP yang
disampaikan oleh WP.
7. Berapakah besarnya PBB
terutang dalam SKP PBB?
•
Jumlah
PBB yang terutang dalam SKP yang disebabkan oleh pengembalian SPOP lewat 30
hari setelah diterima WP adalah sebesar pokok pajak ditambah dengan denda
administrasi sebesar 25% dihitung dari pokok pajak.
•
Jumlah
PBB yang terutang dalam SKP yang disebabkan oleh hasill pemeriksaan atau
keterangan lainnya, dihitung berdasarkan SPOP ditambah denda administrasi 25%
dari selisih PBB yang terutang.
G. TATA CARA PEMBAYARAN DAN
PENAGIHAN
1. Batas
waktu pelunasan utang PBB
•
Berdasarkan
SPPT yang diterima, Wajib Pajak harus melunasi utang PBB-nya selambat-lambatnya
6 (enam) bulan sejak tanggal diterimanya SPPT.
•
Berdasarkan
SKP yang diterima, Wajib Pajak harus melunasi utang PBB-nya selambat-lambatnya
1 (satu) bulan sejak tanggal diterimanya SKP.
2. Besar denda yang dikenakan
kepada Wajib Pajak yang belum melunasi
utang
PBB-nya setelah lewat jatuh tempo
PBB
terutang yang pada saat jatuh tempo pembayaran tidak dibayar atau kurang dibayar
dikenakan denda administrasi sebesar 2% (dua persen) sebulan, yang dihitung
dari saat jatuh tempo sampai dengan hari pembayaran untuk jangka waktu paling
lama 24 (dua puluh empat) bulan dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu)
bulan.
3. Cara membayar PBB
Wajib
pajak membayar PBB terutang melalui :
•
-
Bank atau Kantor Pos yang tercantum pada SPPT atau
•
-
ATM bank-bank tertentu (BCA, BII) atau
•
-
Counter/teller bank-bank tertentu (Bank Nusantara Parahyangan) atau
•
-
Petugas pemungut PBB Kelurahan/Desa yang ditunjuk resmi dengan SK Walikota/Bupati.
Catatan
: Pembayaran harus dilakukan sekaligus (tidak diperkenankan mencicil).
4. Dasar penagihan PBB
Dasar
penagihan PBB adalah SPPT, SKP, dan Surat Tagihan Pajak (STP).
5. Apa saja yang dapat
ditagih dengan STP PBB?
Pokok
pajak terutang yang belum atau kurang dibayar dan atau denda administrasi. STP harus
dilunasi selambat-lambatnya 1 (satu) bulan sejak tanggal diterimanya STP oleh
Wajib Pajak.
6. Dalam hal bagaimana STP
PBB diterbitkan ?
•
Wajib
pajak tidak melunasi PBB terutang setelah lewat jatuh tempo pembayaran SPPT/SKP.
•
Wajib
pajak melunasi PBB terutang setelah lewat jatuh tempo pembayaran SPPT/SKP,
tetapi denda administrasi tidak dilunasi.
7. Apakah
upaya yang dapat dilakukan apabila STP PBB telah lewat jatuhtempo dan tidak
dilunasi ?
Apabila
STP PBB tidak dibayar setelah lewat jatuh tempo ditagih dengan Surat Paksa (SP)
berdasarkan UU Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa
s.t.d.d. UU Nomor 19 Tahun 2000.
H. KEBERATAN DAN BANDING
1.
Apa saja yang dapat diajukan permohonan keberatan PBB ?
Yang
dapat diajukan keberatan PBB adalah besarnya PBB terutang sebagaimana tercantum
dalam SPPT atau SKP. Keberatan dimaksud dapat dikarenakan :
•
Kesalahan
luas bumi dan atau bangunan;
•
Kesalahan
klasifikasi bumi dan atau bangunan;
•
Kesalahan
penetapan/pengenaan
•
Terdapat
perbedaan penafsiran peraturan perundang-undangan PBB antara Wajib Pajak dan
fiskus;
•
Kesalahan
Penetapan Subjek Pajak. Keberatan atas SPPT atau SKP harus diajukan
masing-masing dalam satu surat keberatan tersendiri untuk setiap tahun pajak.
2. Bagaimana tata cara
permohonan keberatan PBB ?
•
Membuat
permohonan secara tertulis dalam bahasa Indonesia kepada Kepala KPPBB disertai
dengan alasan yang jelas.
•
Menyampaikan
permohonan secara lengkap sesuai dengan ketentuan yang berlaku dalam batas
waktu (tiga) bulan sejak diterimanya SPPT atau SKP,
kecuali
Wajib Pajak dapat menunjukkan bahwa jangka waktu itu tidak dapat dipenuhi
karena keadaan di luar kekuasaannya.
•
Diajukan
per Objek PBB dan per tahun pajak.
•
Melampirkan
foto kopi sebagai berikut :
•
Bukti pemilikan hak atas tanah/sertifikat;
dan/atau
•
Bukti Surat Ukur/Rincik; dan/atau
•
Akta Jual Beli; dan/atau
•
SPPT/SKP; dan/atau
•
Izin Mendirikan Bangunan (IMB); dan/atau
•
Bukti pendukung (resmi) lainnya.
•
Tanda
penerimaan Surat Keberatan yang diberikan oleh pejabat Direktorat
•
Jenderal
Pajak yang ditunjuk untuk itu atau tanda pengiriman Surat Keberatan
•
melalui
pos tercatat menjadi tanda bukti penerimaan Surat Keberatan tersebut
•
bagi
kepentingan Wajib Pajak.
•
Apabila
diminta oleh Wajib Pajak untuk keperluan pengajuan keberatan,
Direktur Jenderal Pajak
wajib memberikan secara tertulis hal-hal yang menjadi
dasar pengenaan PBB.
•
Ø
Pengajuan keberatan tidak menunda kewajiban membayar PBB dan pelaksanaan
penagihan.
3. Berapa lama jangka waktu
penyelesaian permohonan keberatan PBB ?
Direktur
Jenderal Pajak dalam jangka waktu paling lama 12 (dua belas) bulan sejak
tanggal Surat Permohonan Keberatan diterima, harus memberi keputusan atas
keberatan yang diajukan. Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud telah lewat
dan Direktur Jenderal Pajak tidak memberikan suatu keputusan, maka keberatan
yang diajukan tersebut dianggap diterima.
4. Apa yang dapat disampaikan
oleh Wajib Pajak sebelum keputusan
keberatan
diterbitkan ? Sebelum surat keputusan keberatan diterbitkan, Wajib Pajak dapat
menyampaikan
alasan tambahan atau penjelasan tertulis.
5. Apa bentuk keputusan
keberatan ?
Keputusan
Keberatan dapat berupa :
•
menerima
seluruhnya, apabila data/bukti-bukti yang dilampirkan dalam pengajuan keberatan
dan/atau diperoleh dalam pemeriksaan terbukti kebenarannya.
•
menerima
sebagian, apabila data/bukti-bukti yang dilampirkan dalam pengajuan keberatan
dan/atau diperoleh dalam pemeriksaan sebagian terbukti kebenarannya.
•
menolak,
apabila data/bukti-bukti yang dilampirkan dalam pengajuan keberatan dan/atau
diperoleh dalam pemeriksaan tidak terbukti kebenarannya.
•
menambah
jumlah pajaknya, apabila data/bukti-bukti yang dilampirkan dalam pengajuan
keberatan dan/atau diperoleh dalam pemeriksaan, mengakibatkan peningkatan
jumlah PBB-nya.
6. Yang dapat dilakukan Wajib
Pajak jika permohonan keberatannya ditolak
Wajib
pajak yang keberatannya ditolak dapat mengajukan banding ke Badan Pengadilan
Pajak (BPP). Ketentuan banding PBB mengikuti ketentuan dalam UU Nomor 6 Tahun
1983 tentang KUP stdtd UU Nomor 16 Tahun 2000.
7. Bentuk putusan Banding ,
Putusan Banding dapat berupa :
•
-
menolak;
•
-
mengabulkan sebagian atau seluruhnya;
•
-
menambah pajak yang harus dibayar;
•
-
tidak dapat diterima;
8. Sifat Putusan Banding
Putusan
Banding oleh BPP bukan merupakan putusan final dan dapat diajukan Peninjauan
Kembali (PK) ke Mahkamah Agung.
9. Keputusan Banding menerima
sebagian atau seluruhnya ?
Apabila
putusan banding menerima sebagian atau seluruhnya, maka kelebihan pembayaran
dikembalikan dengan ditambah imbalan bunga sebesar 2% untuk jangka waktu paling
lama 24 (dua puluh empat) bulan dihitung sejak tanggal pembayaran yang
menyebabkan kelebihan pembayaran PBB sampai dengan diterbitkannya Putusan
Banding.
I. PENGURANGAN
1.
Pengurangan PBB dapat diberikan kepada :
Pengurangan
PBB yaitu pemberian keringanan pembayaran PBB yang terutang atas Objek PBB
dapat diberikan kepada :
•
Wajib
pajak orang pribadi atau badan karena kondisi tertentu Objek PBB yang ada
hubungannya dengan Subjek PBB dan atau karena sebab-sebab tertentu lainnya,
yaitu :
- •
lahan pertanian/perkebunan/perikanan/peternakan yang hasilnya sangat terbatas
yang dimiliki/dikuasai atau dimanfaatkan oleh Wajib Pajak Orang Pribadi;
- • Objek PBB yang dimiliki, dikuasai dan atau dimanfaatkan oleh Wajib Pajak Orang
Pribadi yang berpenghasilan rendah yang nilai jualnya meningkat disebabkan
karena adanya pembangunan atau perkembangan lingkungan;
- • Objek PBB yang dimiliki, dikuasai dan atau dimanfaatkan oleh Wajib Pajak Orang
Pribadi yang penghasilannya semata-mata berasal dari pensiun, sehingga
kewajiban PBB-nya sulit dipenuhi;
- • Objek PBB yang dimiliki, dikuasai, dan atau dimanfaatkan oleh masyarakat
berpenghasilan rendah, sehingga kewajiban PBB-nya sulit dipenuhi;
- • Objek Pajak yang dimiliki, dikuasai, atau dimanfaatkan oleh Wajib Pajak Badan
yang mengalami kerugian dan kesulitan likuiditas yang serius sepanjang tahun,
sehingga tidak dapat memenuhi kewajiban rutin perusahaan; Pemberian pengurangan
dapat diberikan setinggi-tingginya 75% (tujuh puluh lima persen) dan ditetapkan
berdasarkan kondisi/penghasilan Wajib Pajak.
•
Wajib
Pajak Orang Pribadi dalam hal objek PBB terkena bencana alam seperti gempa
bumi, banjir, tanah longsor, gunung meletus, dan sebagainya serta sebabsebab
lain yang luar biasa seperti kebakaran, kekeringan, wabah penyakit, dan hama
tanaman. Untuk kondisi Wajib Pajak ini dapat diberikan pengurangan sampai
dengan 100% (seratus persen).
• Wajib
Pajak anggota veteran pejuang kemerdekaan dan veteran pembela kemerdekaan
termasuk janda/dudanya. Pemberian pengurangan ditetapkan 75% (tujuh puluh lima persen),
akan tetapi bagi janda/dudanya telah menikah lagi diberikan setinggi-tingginya
75% (tujuh puluh lima persen) dan ditetapkan berdasarkan kondisi/penghasilan
Wajib Pajak.
2. Bagaimana tata cara
pengajuan permohonan pengurangan PBB ?
•
Diajukan
secara tertulis dalam bahasa Indonesia kepada Kepala KPPBB yang menerbitkan
SPPT/SKP dengan menyebutkan persentase pengurangan yang diminta.
•
Pengajuan
permohonan dilakukan dengan ketentuan :
- • Untuk ketetapan PBB s/d Rp100.000,- (seratus ribu rupiah) dapat diajukan secara perseorangan atau kolektif (melalui Kepala Desa/Lurah dan diketahui oleh
Camat).
- • Untuk ketetapan PBB di atas Rp100.000,- (seratus ribu rupiah) harus diajukan oleh
WP yang bersangkutan dengan melampirkan :
•
1).
fotokopi SPPT/SKP PBB Tahun Pajak yang dimohonkan;
•
2).
fotokopi STTS tahun pajak terakhir;
•
3).
fotokopi KTP/SIM/Tanda Pengenal Diri lainnya.
•
o
Untuk WP Badan, melampirkan fotokopi :
•
1).
SPPT/SKP PBB tahun yang dimohonkan;
•
2).
fotokopi STTS tahun pajak terakhir;
•
3).
SPT PPh tahun terakhir;
•
4).
Laporan Keuangan Perusahaan.
•
o
Untuk Objek Pajak yang terkena bencana alam, hama tanaman dan sebab lain yang
luar biasa dan bersifat massal diajukan oleh Kepala Desa/Lurah dengan diketahui
oleh Camat dengan mencantumkan nama-nama Wajib Pajak yang dimohonkan
pengurangannya dengan mempergunakan formulir yang telah ditentukan.
•
Permohonan
diajukan selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan terhitung sejak SPPT/SKP diterima
Wajib Pajak atau terjadinya bencana alam atau sebab-sebab lain yang luar biasa.
•
Pengurangan
atas SKP hanya dapat diberikan atas pokok ketetapan PBB terutang
•
Apabila
batas waktu pengajuan tersebut tidak dipenuhi, maka permohonannya tidak
diproses, dan Kepala KPPBB yang bersangkutan harus memberitahukan secara
tertulis kepada WP/Kepala Desa/Lurah, disertai penjelasan seperlunya.
3. Kriteria pengajuan
permohonan pengurangan PBB ?
•
Pengurangan
PBB untuk masing-masing kabupaten/kota hanya diberikan untuk 1 (satu) objek PBB
yang dimiliki, dikuasai dan atau dimanfaatkan Wajib Pajak;
•
Dalam
hal Wajib Pajak Orang Pribadi memiliki, menguasai dan atau memanfaatkan lebih
dari 1 (satu) objek PBB maka objek yang dapat diajukan permohonan pengurangan
adalah objek PBB yang menjadi tempat domisili Wajib Pajak;
•
Dalam
hal Wajib Pajak yang memiliki, menguasai dan atau memanfaatkan lebih dari 1
(satu) objek PBB adalah Wajib Pajak Badan, maka objek yang dapat diajukan
permohonan pengurangan adalah salah satu objek pajak yang dimiliki, dikuasai,
dan atau dimanfaatkan Wajib Pajak.
K. PENGEMBALIAN KELEBIHAN
PEMBAYARAN PBB
1. Dalam hal
apa terjadi kelebihan pembayaran PBB ?
Kelebihan
pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) terjadi dalam hal pembayaran yang
dilakukan oleh Wajib Pajak (WP) lebih besar dari jumlah PBB yang seharusnya
terutang.
2. Apakah
penyebab terjadinya kelebihan pembayaran PBB ?
•
Perubahahan peraturan;
•
Surat Keputusan Pemberian Pengurangan;
•
Surat Keputusan Penyelesaian Keberatan;
•
Putusan Banding;
•
Kekeliruan pembayaran.
3.
Bagaimanakah perlakuan atas kelebihan pembayaran PBB ?
Kelebihan
Pembayaran PBB dapat dikembalikan kepada Wajib Pajak (restitusi),
diperhitungkan dengan utang pajak lainnya, atau disumbangkan kepada Negara.
4. Bagaimana
tata cata pengajuan permohonan atas kelebihan pembayaran PBB ?
•
WP
mengajukan permohonan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan menyebutkan
jumlah kelebihan pembayaran disertai alasan yang jelas kepada Direktur Jenderal
Pajak c.q. Kepala KPPBB yang menerbitkan SPPT/SKP/STP.
•
Surat
permohonan disampaikan langsung atau dikirim melalui pos tercatat;
•
Surat
permohonan dilampiri dengan dokumen yang berkaitan dengan Objek Pajak yang
dimohonkan berupa:
•
fotokopi
SPPT/SKP/STP dan Surat Keputusan Keberatan/Banding dan/atau Surat Keputusan
pemberian pengurangan;
•
-Asli
Surat Tanda Terima Setoran (STTS) PBB.
5. Dalam jangka waktu maksimal
berapa lama KPPBB harus memberikan
jawaban
atas surat permohonan dari Wajib Pajak ? Surat Keputusan Direktur Jenderal
Pajak harus diterbitkan dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan sejak
diterimanya surat permohonan secara lengkap dari Wajib Pajak. Apabila dalam
jangka waktu tersebut surat keputusan tidak diterbitkan maka permohonan Wajib
Pajak dianggap dikabulkan.
6. Apakah
bentuk Surat Keputusan yang dapat diterbitkan atas
pengembalian
kelebihan pembayaran PBB ? Kepala KPPBB atas nama Direktur Jenderal Pajak
menerbitkan :
•
Surat
Keputusan Kelebihan Pembayaran Pajak PBB (SKKPP PBB), apabila jumlah PBB yang
dibayar ternyata lebih besar dari yang seharusnya terutang;
•
Surat
Pemberitaan (SPb), apabila jumlah PBB yang dibayar sama dengan jumlah PBB yang seharusnya
terutang;
•
Surat
Ketetapan Pajak (SKP), apabila jumlah PBB yang dibayar ternyata kurang dari
jumlah PBB yang seharusnya terutang.
7. Dalam
jangka waktu maksimal berapa lama Kepala KPPBB harus
menerbitkan
Surat Perintah Membayar Kelebihan Pajak PBB (SPMKPPBB)? Kepala KPPBB harus
menerbitkan Surat Perintah Membayar Kelebihan Pajak PBB (SPMKPPBB) dalam jangka
waktu 2 (dua) bulan sejak diterbitkannya SKKPPPBB. Dalam hal KPPBB terlambat
menerbitkan SPMKPPBB, maka WP diberikan bunga sebesar 2 % (dua persen) sebulan
sampai dengan diterbitkannya SPMKPPBB.
L. LAIN-LAIN (250304 )
Pejabat
yang berkaitan dengan Objek PBB Pejabat yang tugas pekerjaannya berkaitan
langsung dengan objek PBB adalah : Camat sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah,
Notaris Pejabat Pembuat Akta Tanah, dan
Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT).
Kewajiban PAJAK PEMBELI
PAJAK
PERTAMBAHAN NILAI (PPN )
1.
Atas penyerahan tanah dan/ bangunan yang terutang Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
sesuai
dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2000,
Tarif
Penyetoran
Pelaporan
|
10%
x harga jual, 0% untuk rumah sederhana
SSP
pribadi atau badan ,di setor ke bank persepsi /kantor pos
max
tanggal 15 bulan berikunya setelah pengeluaran baiaya
SPT
Masa PPN (1107)
Max
tanggal 20 bulan berikuntya.
|
PERLAKUAN
PPnBM PADA REAL ESTATE
Rumah
mewah dikenakan PPnBM 20%, yang termasuk :
•
Hunian
mewah seperti apartemen,kondominium, town house, Luas 150 m2 atau lebih dan
harga jual bangunanya Rp 4.000.000/m2 tidak termasuk nilai tanahnya.
•
Rumah
termasuk rukan atau ruko dengan luas bangunan min . 400 m2 dan harga jual
bangunan/m2 Rp 3.000.000/m2 tidak termasuk nilai tanah
•
PPnBM
hanya berlaku untuk pembelian properti dari developer, tidak untuk transaksi
antar perorangan. Pajak langsung dibayar konsumen saat bertransaksi.
Untuk
property yang dibeli dari developer,pemungutan dan pelaporan biasanya dilakukan
developer.Beli kavling dikawasan real estate tetap kena PPN, diluar kawasan real
estate tidak kena PPN.
PPN
ATAS KEGIATAN MEMBANGUN SENDIRI
Kegiatan
membangun sendiri dikenakan PPN apabila :
•
Membangun
sendiri tidak dalam lingkungan perusahaan atau pekerjaan oleh pribadi atau
badan, yang hasilnya digunakan sendiri atau digunakan oleh pihak lain.
•
Bangunan
diperuntukkan bagi tempat tinggal atau tempat usaha.
•
Yang
dimaksud dengan bangunan untuk tempat tinggal adalah bangunan atau konstruksi
yang semata-mata diperuntukkan bagi tempat tinggal (tidak termasuk fasilitas
olah raga atau fasilitas lain).
•
Yang
dimaksud dengan bangunan untuk tempat usaha adalah keseluruhan bangunan atau
konstruksi yang diperuntukkan bagi tempat usaha termasuk seluruh fasilitas yang
ada.
•
Luas
bangunan minimal 300 m2 .
•
Bangunan
bersifat permanent.
•
Yang
dimaksud bangunan permanent adalah bangunan yang konstruksi utamanya terdiri
dari beton dan/atau kayu dan/atau baja dan/ atau bahan lain yang umur
bangunannya lebih dari 25 (dua puluh lima) tahun. Tarif dan DPP untuk kegiatan
membangun sendiri :
•
Pajak
Pertambahan Nilai = 10 % (sepuluh persen) dari Dasar Pengenaan Pajak. DPP atas
kegiatan membangun sendiri = 40% (empat puluh persen) x seluruh biaya yang
dikeluarkan atau dibayarkan, tidak termasuk harga perolehan tanah. Atau PPN
terutang = 10% x 40% x jumlah biaya yang dikeluarkan atau dibayarkan, tidak
termasuk harga perolehan tanah pada setiap bulannya. Termasuk dalam pengertian
seluruh biaya yang dikeluarkan atau dibayarkan untuk membangun sendiri adalah
juga jumlah Pajak Pertambahan Nilai yang dibayar atas perolehan bahan dan jasa
untuk kegiatan membangun sendiri tersebut.
SAAT
& TEMPAT PAJAK TERHUTANG ATAS KEGIATAN MEMBANGUN
•
Saat
yang menentukan Pajak Pertambahan Nilai terutang adalah saat dimulainya secara
fisik kegiatan membangun sendiri (menggali fondasi, memasang tiang pancang dan
lain-lain).
•
Kegiatan
membangun sendiri yang dilakukan secara bertahap dianggap merupakan satu
kesatuan kegiatan sepanjang tenggang waktu antara tahapantahapan tersebut tidak
lebih dari 2 (dua) tahun.
•
Tempat
pajak terutang atas kegiatan membangun sendiri adalah di tempat bangunan
tersebut didirikan.
KEGIATAN
MEMBANGUN SENDIRI DI KAWASAN REAL ESTATE :
Membangun
sendiri di atas tanah kavling pada Kawasan Real Estate terjadi sesudah
tanggal
1 Januari 1995, maka :
•
Kegiatan
membangun sendiri oleh pemilik Kavling di kawasan Real Estate dianggap dibangun
oleh PKP Real Estate. PPN membangun sendiri terutang untuk setiap bulan,
dimulai dari kegiatan secara fisik,spt penggalian fondasi dan pasang tiang
pancang, dll.
•
Pada
saat ditandatanganinya surat pemesanan tanah/surat perjanjian jual beli /perjanjian
jual beli / akta jual beli atas transaksi penjualan tanah kavling,pembeli tanah
kavling wajib mengisi dan enandatangani form surat pernyataan kesanggupan
membayar PPN atas kegiatan membangun sendiri yang diberikan oleh pihak real
estate. Jadi PKP Real Estate harus memungut PPN yang terutang kepada pemilik kavling,
kemudian menyetor dan melaporkannya dalam SPT Masa PPN pada bulan yang
bersangkutan.
•
DPP
adalah sebesar nilai bangunan (tidak termasuk harga tanah) yang dihitung oleh
PKP Real Estate seandainya rumah tersebut dibangun oleh PKP Real Estate.
•
Seluruh
biaya yang dikeluarkan oleh pemilik kavling sehubungan dengan pembangunan rumah
tersebut dilaporkan kepada PKP Real Estate setiap bulan dan dianggap sebagai
pembayaran termin.
•
Apabila
rumah tersebut telah selesai dibangun, PKP Real Estate harus menentukan nilai
bangunan rumah tersebut sesuai dengan patokan harga yang berlaku. Dalam hal
nilai bangunan yang dihitung oleh PKP Real Estate lebih besar dari jumlah
pembayaran termin yang telah dilaporkan oleh pemilik kavling, maka atas selisih
tersebut harus dipungut PPN, disetor dan dilaporkan oleh PKP Real Estate dalam
SPT Masa PPN bulan yang bersangkutan kavling, maka atas selisih tersebut harus
dipungut PPN, disetor dan dilaporkan oleh PKP Real Estate dalam SPT Masa PPN
bulan yang bersangkutan.
•
Pengusaha
real estate wajib melaporkan penjualan tanah kavling kepada KPP yang wilyah
kerjanya meliputi tempat tanah kavling berada.Bila tidak, yang dianggap
melakukan pembangunan adalah pengusaha real estate.
•
Tidak
ada batasan luas atas pengenaan PPN atas membangun sendiri pada kawasan real
estate, berapapun luasnya kena PPN. Apabila patokan harga bangunan yang berlaku
lebih kecil daripada jumlah pembayaran termin maka DPP yang dipakai adalah
jumlah pembayaran termin dan atas selisih tersebut tidak dapat direstitusi. Prinsip
pengkreditan dengan pajak keluaran atas kegiatan membangun sendiri :
•
Dalam
hal kegiatan sendiri dilakukan oleh PKP, PPN yang tercantum dalam SSP tersebut
tidak dapat dikreditkan dengan Pajak Keluaran, karena pembayaran PPN untuk
kegiatan tidak dalam lingkungan perusahaan atau pekerjaan.
•
Faktur
Pajak atas perolehan Barang Kena Pajak yang digunakan untuk membangun rumah
oleh pemilik real estate tidak dapat dikreditkan. Tarif dan DPP untuk kegiatan
membangun sendiri :
•
Pajak
Pertambahan Nilai = 10 % (sepuluh persen) dari Dasar Pengenaan Pajak. DPP atas
kegiatan membangun sendiri = 40% (empat puluh persen) x seluruh biaya yang
dikeluarkan atau dibayarkan, tidak termasuk harga perolehan tanah. Atau PPN
terutang = 10% x 40% atau 4% x jumlah biaya yang dikeluarkan atau dibayarkan,
tidak termasuk harga perolehan tanah pada setiap bulannya.
Termasuk dalam pengertian
seluruh biaya yang dikeluarkan atau dibayarkan untuk membangun sendiri adalah
juga jumlah Pajak Pertambahan Nilai yang dibayar atas perolehan bahan dan jasa
untuk kegiatan membangun sendiri tersebut. Example : Luas tanah 250 m2,
dibangun sendiri tanpa jasa konstruksi atau real estate.Tidak ada pencatatan
biaya yang tersistem.Standard harga bangunan adalah Rp 1.000.000/m2 sesuai
ketentuan Dinas Cipta Karya PPN membangun sendiri = 40% x Rp 1.000.000. x 250
m2 = Rp 10.000.000
MEMBANGUN
SENDIRI SECARA BERTAHAP
Membangun sendiri yang dilakukan
secara bertahap dianggap merupakan satu kegiatan, sepanjang tenggang waktu
antar tahapan tersebut tidak lebih dari 2 thn. Kalau pembangunan dilakukan
secara bertahap dan luas bangunan pada tahap awal kurang dari 200 m2, kemudian
tenggang waktu anatara kegiatan membangun sendiri tsb lebih adri 2 thn, sehingga
luas bangunan yang dianggap secara bertahap tsb menjadi lebih dari 200m2, maka
atas kegiatan membangun sendiri tsb tidak dikenakan PPN.
Example :
·
Bapak
X pada juli 2008 membangun rumah pribadi seluas 150 m2 dengan biaya Rp
300.000.000 . Pada Mei 2010 bangunan diperluas menjadi 255 m2 dengan tambahan
biaya Rp 200.000.000. PPN terutang = 4% x Rp 500.000.000 = Rp. 20.000.000
·
Pada
Juli 2008 Y membangun rumah pribadi seluas 150 m2 dengan biaya pembangunan
sebesar Rp 300.000.000.Pada agustus 2010, bangunan diperluas menjadi 255 m2
dengan tambahan biaya Rp 200.000.000. PPN terutang = nihil ( tidak terutang )
PERTIMBANGAN
MEMBANGUN RUMAH SUSUN PADA REAL ESTATE
Pengerjaan rumah susun akn
terutang PPN, kecuali atas rumah susun sederhana milik. Rumah susun sederhana
milik (RUSUNAMI) adalah bangunan bertingkat yang dibangun dalam satu lingkungan
yang dipergunakan sebagai tempat hunian yang dilengkapi kamar mandi/wc, dapur
baik bersatu dengan unit hunian maupun terpisah dengan penggunaan komunal, yang
perolehanya dibiayai dengan kredit pemilikan rumah bersubsidi atau tidk
bersubsidi yang memiliki ketentuan sbb :
•
Luas
hunian ant 21 m2- 36 m2
•
Harga
Jual max Rp 144.000.000
•
Diperuntukkan
bagi orang pribadi yang mempunyai penghasilan max Rp 4.500.000/ bln dan
memiliki NPWP
•
Pembangunan
mengacu pada peraturan Men PU yang mengatur ketentuan tekhnis pembangunan rusun
sederhana
•
Merupakan
unit hunian pertama yang dimiliki, digunakan sendiri sebagai tempat tinggal,
dan tidak dipindah tangankan dalam jangka waktu 5 thn sejak kepemilikan.Atas
penyerahan RUSUNAMI dibebaskan dari pengenaan PPN.
MEMBANGUN
MELALUI KONTRAKTOR
Kegiatan membangun sendiri
lewat kontraktor atau pemborong bukan merupakan kegiatan membangun sendiri, sepanjang
dapat dibuktikan bahwa atas kegiatan membangun tersebut telah dipungut PPN
BEA PEROLEHAN
HAK TANAH & BANGUNAN (BPHTB)
BPHTB merupakan pajak yang
dikenakan atas semua pengalihan hak atas property baik baru maupun lama,yang
dibeli dari developer atau perorangan.
SUBJEK
PAJAK
Orang pribadi atau badan
yang memperoleh hak atas tanah dan atau bangunan.
OBJEK
PAJAK
adalah perolehan hak atas
tanah dan atau bangunan. Perolehan hak atas tanah dan atau bangunan meliputi:
a.
Pemindahan hak karena
1.
jual
beli;
2.
tukar-menukar;
3.
hibah;
4.
hibah
wasiat;
5.
waris;
6.
pemasukan
dalam perseroan atau badan hukum lainnya;
7.
pemisahan
hak yang mengakibatkan peralihan;
8.
penunjukan
pembeli dalam lelang;
9.
putusan
hakim yang mempunyai kekuatan hukum tetap;
10. penggabungan usaha;
11. peleburan usaha;
12. pemekaran usaha;
13. hadiah.
b.
Pemberian hak baru karena:
1. kelanjutan pelepasan hak;
2. di luar pelepasan hak.
Hak atas tanah adalah hak
milik, hak guna usaha, hak guna bangunan, hak pakai, hak milik atas satuan
rumah susun atau hak pengelolaan
• TARIF
BPHTB.
Tarif pajak ditetapkan
sebesar 5% (lima persen)
•
PENGENAAN BPHTB
a) a.pengenaan BPHTB karena
waris dan Hibah Wasiat BPHTB yang terutang atas perolehan hak karena waris dan
hibah wasiat adalah sebesar 50% dari BPHTB yang seharusnya terutang.
b) b.pengenaan BPHTB karena
pemberian Hak Pengelolaan. Besarnya BPHTB karena pemberian Hak Pengelolaan
adalah sebagai berikut-0% (nol persen) dan BPHTB yang seharusnya terutang
terutang dalam hal penerima Hak Pengelolaan adalah Departemen, Lembaga
Pemerintah Non Departemen, Pemerintah Daerah Propinsi, Pemerintah Daerah Kabupaten/kota,
Lembaga Pemerintah lainnya, dan Perusahaan Umum Pembangunan Perumahan Nasional
(Perum Perumnas); -50% (lima puluh persen) dari BPHTB yang seharusnya terutang
dalam hal penerima Hak Pengelolaan selain dimaksud diatas.
•
PENGHITUNAGAN BPHTB
Besarnya BPHTB terutang
adalah Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) dikurangi Nilai Perolehan Objek Pajak
Tidak Kena Pajak (NPOPTKP) dikalikan tarif 5 % (limapersen). Secara matematis
adalah;
BPHTB = 5 % X (NJOP/Nilai
transaksi – NPOPTKP)
Example.
Nilai transaksi Rp 200
juta,
BPHTB yang harus dibayar
adalah 5% x (Rp 200 juta - Rp60 juta) = Rp 7 juta. Bila transaksi hanya Rp60
juta atau kurang, BPHTB-nya nol.
•
NJOP lebih kecil
dibandingkan NPOPTKP, maka perolehan hak tersebut tidak
terutang Bea Perolehan Hak
atas Tanah dan Bangunan.
BPHTB = 5 % x (Rp. 50 juta
– Rp. 60 juta)
= 5 % x (0)
= Rp. 0 (nihil).
•
Pada tanggal 28 Juli 2006,
Tuan“S” mendaftarkan warisan berupa tanah dan
bangunan yang terletak di
Kota “BB” dengan NJOP PBB Rp. 400.000.000,00. NPOPTKP untuk perolehan hak
karena waris untuk Kota “BB” ditetapkan sebesar Rp. 300.000.000,00. Besarnya NPOPKP
adalah Rp. 400.000.000,00 dikurangi Rp. 300.000.000,00 sama dengan Rp.
100.000.000,00, maka perolehan hak tersebut terutang Bea Perolehan Hak atas
Tanah dan Bangunan. BPHTB = 50% x 5 % x (Rp. 400 – Rp. 300) juta
= 50% x 5 % x ( Rp. 100)
juta
= Rp. 2,5 juta.
Ketentuan
BPHTB
1. BPHTB atas hak atas
tanah yang dimiliki dan dipergunakan dalam perusahaan, atau dimiliki untuk
mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan, dapat dikurangkan sebagai
biaya dalam penghitungan Penghasilan Kena Pajak melalui amortisasi hak atas
tanah sepanjang hak atas tanah tersebut dapat diamortisasi sesuai ketentuan
Pasal 11A UU PPh.
2. BPHTB atas hak atas
bangunan yang dimiliki dan dipergunakan dalam perusahaan, atau dimiliki untuk
mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan dapat dikurangkan sebagai
biaya dalam penghitungan Penghasilan Kena Pajak melalui penyusutan bangunan
tersebut sesuai ketentuan Pasal 11 UU PPh;
3. PBB atas tanah dan
bangunan yang dimiliki dan dipergunakan dalam perusahaan, atau dimiliki untuk
mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan, dapat dikurangkan sekaligus
sebagai biaya dalam penghitungan Penghasilan Kena Pajak;
PENERIMAN
Negara BUKAN PAJAK (PnBP)
Dikenakan atas pengalihan
hak property seperti halnya BPHTB diatas, PnBP = 1/mil dari nilai transaksi +
Rp 50.000 Kewajiban Dalam Hal Diperiksa
No Jenis SPT
Batas Waktu
Pembayaran
Batas Waktu
Pelaporan
Masa
1. PPh Pasal 21/26 Tgl. 10
bulan berikut Tgl. 20 bulan berikut
2. PPh Pasal 23/26 Tgl. 10
bulan berikut Tgl. 20 bulan berikut
3. PPh Pasal 25(angsuran
Pajak)
untuk wajib Pajak orang
pribadi dan badan Tgl. 15 bulan berikut Tgl. 20 bulan berikut PPh Pasal 25 (angsuran
Pajak) untuk wajib Pajak kriteria tertentu yang diperbolehkan melaporkan
beberapa Masa Pajak dalam satu SPT Masa Akhir masa Pajak terakhir Tgl 20
setelah berakhirnya masa Pajak terakhir
4 PPh Pasal 22, PPN & PPn BM oleh
Bea Cukai
1 hari setelah dipungut 7
hari setelah pembayaran 5 PPh Pasal 4 ayat (2) Tgl. 10 bulan berikut Tgl. 20
bulan berikut PPh Pasal 15 Tgl. 10 bulan berikut Tgl. 20 bulan berikut Pph
Pasal 4 ayat (2), Pasal 15. 21,23 PPN dan PPnBM untuk wajib Pajak criteria
tertentu Sesuai batas waktu per SPT masa Tanggal 20 setelkah berakhirnya masa
Pajak terakhir 6 PPN dan PPn BM - PKP Tgl. 15 bulan berikut Tgl. 20 bulan
berikut Tahunan 1 PPh - Badan, OP, PPh Pasal 21 Tgl. 25 bulan ketiga setelah
berakhirnya tahun atau bagian tahun pajak akhir bulan ketiga setelah
berakhirnya tahun atau bagian tahun pajak 2 PBB 6 (enam) bulan sejak tanggal
diterimanya SPPT
----
3 BPHTB Dilunasi pada saat
terjadinya perolehan hak atas tanah dan bangunan
Ini peraturan lama;
PP No.34 thn 2016
1.Presiden Joko Widodo tlh
menandatangani Peraturan Pemerintah (PP) No.34 Tahun 2016 trtgl 8 Agustus 2016
ttg PPh Final Penjualan Tanah n Bangunan sbsr 5% dr NJOP menjadi 2,5% yg
berlaku 1 bln terhitung sejak PP ditandatangani (berlaku mulai 9 September 2016
2.Presiden Joko Widodo
meminta para Gubernur, Bupati n Walikota jg melakukan perubahan Peraturan
Daerah (Perda) tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah (BPHTB) utk
perolehan/pembelian Tanah n Bangunan sbsr 5% menjadi 2,5%. (Implementasi
pelaksanaannya didaerah sangat brgantung dgn kondisi daerah,Peraturan Daerah
memerlukan persetujuan brsama Gubernur/Bupati/Walikota dgn DPRD stmpat)
3.Gubernur Provinsi DKI
Jakarta Basuki Tjahaja Purnama dan Menteri Agraria Tata Ruang/Kepala BPN Sofyan
Djalil pd tgl 11 Agustus 2016 tlh mencapai ksepakatan :
a. BPHTB utk
perolehan/pembelian tnh n bangunan smpai dgn NJOP sbsr Rp.2 M, ditetapkan NIHIL
PEMBAYARAN
b.Atas tanah n bangunan
trsbt yg blm bersertipikat; biaya utk memperoleh sertipikat hak atas tanah
trsbt di BPN adalah sbsr Rp.300 Rb prsertipikat
c.Pemerintah Provinsi DKI
Jkt akan mempersiapkan Anggaran Pendapatan n Belanja Daerah (APBD) 2017,utk
meng _GRATIS_kan srtifikasi tnh n bangunan dgn NJOP dibawah Rp.2 M
Tgl 07/09 16:22,Info
terbaru dr kantor Dirjen Pajak
Dirjen Pajak keluarkan
peraturan terbaru yg meringankan beban kita yg ingin bereskan laporan pajak
masing2
Peraturan baru itu antara
lain :
1.Nilai harta yg kita
laporkan skrg tdk lg hrs harga pasar,tetapi harga wajar yg kita tentukan
sendiri
Nilai yg kita tentukan ini
tdk akan dikoreksi oleh petugas pajak n tdk hrs ada dokumen pendukungnya
Kedepannya pun petugas
pajak tdk blh melakukan penelitian trhdp nilai harta yg kita masukan ke Tax
Amnesty ini,jd bnr2 trsrh kita
2.Kalau ada rumah atau
mobil atau harta lain yg dibeli dr income yg sdh bayar pajak,tdk usah bayar tax
amnesty tp ikut pembetulan laporan pajak (SPT) sj
Bgt jg dgn harta warisan n
hibah,jk blm msk di SPT ckp dilakukan pembetulan laporan pajak
Hanya perlu membayar Rp
100.000 biaya admin di kantor pajak
Dgn ikut pembetulan SPT
ini,kita berarti patuh pd UU Perpajakan, tidur bs enak
3.Isi formulir jg skrg lbh
gampang
Harta n utang yg tlh
dilaporkan dilaporan pajak sblmnya tfk perlu dirinci lg,hanya perlu jumlah
totalnya sj
4.Skrg pensiunan n
masyarakat yg pendptannya Rp 4,5 jt per bln kebawah tdk perlu punya NPWP, tdk
wajib lapor SPT,tdk wajib ikut Tax Amnesty n tdk akan kena sangsi TA atau pun
sangsi pajak
5.Tdk usah ijin kantor utk
ke kantor pajak,skrg kantor layanan pajak jg buka dihari Sabtu jam 8-2 siang n
Minggu jam 8-12 siang
Kalau
mau info lbh lengkap telp sj ke hotline Tax Amnesty : 1500 745