Sabtu, 11 Februari 2017

PERPAJAKAN (hqProperti)

hqproperti
PERPAJAKAN

Pajak :

ü  􀂃 Kontribusi wajib kepada Negara
ü  􀂃 Yang terutang oleh Orang Pribadi/Badan
ü  􀂃 Bersifat memaksa berdasar UU
ü  􀂃 Tidak memberikan imbalan secara langsung
ü  􀂃 Digunakan untuk keperluan Negara bagi rakyat
Wajib Pajak
ü  􀂃 Orang Pribadi
ü  􀂃 Badan
ü  􀂃 Yang mempunyai hak & kewajiban perpajakan sesuai UU
Kewajiban perpajakan bagi wajib pajak yang bergerak dalam sektor pengembang dengan mempertimbangkan sistem perpajakan di Indonesia yang self assessment system dimana wajib pajak diberi kepercayaan untuk menghitung, membayar/menyetor, melapor, dan memperhitungkan sendiri pajaknya tanpa harus menunggu adanya ketetapan dari Direktorat Jenderal Pajak.

ü  PAJAK PADA TRANSAKSI JUAL BELI REAL ESTATE
ü  PAJAK PENJUAL
ü  PAJAK PENGHASILAN SEHUBUNGAN DENGAN
ü  PENGALIHAN HAK ATAS TANAH & BANGUNAN (PPh)
ü  PAJAK BUMI BANGUNAN (PBB )
ü  PAJAK PEMBELI
ü  PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN )
ü  PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAS BARANG MEWAH  (PPnBM )
ü  BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH & BANGUNAN  (BPHTB)
ü  PENERIMAN Negara BUKAN PAJAK (PnBP) Kewajiban PAJAK PENJUAL
ü  PAJAK PENGHASILAN SEHUBUNGAN DENGAN
ü  PENGALIHAN HAK ATAS TANAH & BANGUNAN (PPh)

Kewajiban atas penghasilan sehubungan dengan pengalihan hak atas tanah dan/ bangunan sesuai dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor : PP-71 Tahun 2008, Pajak Penghasilan Final pengalihan hak atas tanah dan bangunan :

SUBJEK PAJAK

Orang pribadi atau badan yang menerima atau memperoleh penghasilan dari pengalihan hak atas tanah & bangunan.

OBJEK PAJAK

Atas penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan wajib dibayar Pajak Penghasilan. Pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan adalah:
penjualan, tukar-menukar, perjanjian pemindahan hak, pelepasan hak, penyerahan hak lelang, hibah, atau cara lain yang disepakati dengan pihak lain selain pemerintah;
TARIF PPh


Pajak Penghasilan Final pengalihan hak atas tanah dan bangunan :
Tarif

Penyetoran


Pelaporan
5%  x jumlah bruto nilai pengalihan, (untuk rumah sederhana )
Surat Setoran Pajak (SSP) via bank persepsi atau kantor pos.
sebelum Akte Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan
ditandatangan

SPT masa PPh Pasal 4 ayat (2)
Max tanggal 20 bulan berikutnya.

DASAR PENGENAAN PPh

Nilai pengalihan hak adalah nilai yang tertinggi antara nilai berdasarkan Akta Pengalihan Hak dengan Nilai Jual Objek pajak tanah dan/atau bangunan
yang bersangkutan,kecuali :

1.    dalam hal pengalihan hak kepada Pemerintah adalah nilai berdasarkan
keputusan pejabat yang bersangkutan.

2.    dalam ha1 pengalihan hak sesuai dengan peraturan lelang adalah nilai
menurut risalah lelang tersebut.

Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) pengalihan hak

ü  adalah Nilai Jual Objek Pajak menurut Surat Pemberitahuan Pajak Terutang pada Pajak Bumi dan Bangunan tahun ybs atau dalam hal Surat Pemberitahuan Pajak Teru tang dimaksud belum terbit, adalah Nilai Jual Objek Pajak menurut Surat Pemberitahuan Pajak Terutang tahun pajak sebelumnya.

ü  Apabila tanah dan/atau bangunan tersebut belum terdaftar pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama, maka Nilai Jual Objek Pajak yang dipakai adalah Nilai Jual Objek Pajak menurut surat keterangan yang di terbitkan Kepala Kantor yang wilayah kerjanya meliputi lokasi tanah dan/ atau bangunan yang bersangkutan berada.

Rumah Sederhana dan Rumah Susun Sederhana Rumah Sederhana sebagaimana dimaksud di atas terdiri atas Rumah Scdcrhana Sehat dan Rumah Inti Tumbuh. Rumah Susun Sederhana sebagaimana dimaksud di atas adalah bangunan bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan yang dipcrgunakan sebagai tempat hunian yang dilengkapi dengan KM/WC dan dapur baik bersatu dengan unit hunian maupun terpisah dengan penggunaan komunal termasuk Rumah Susun Sederhana Milik.

Pengecualian

Dikecualikan dari kewajiban pembayaran atau pernungutan Pajak Penghasilan adalah:
1.    orang pribadi yang mempunyai penghasilan di bawah Penghasilan Tidak Kena Pajak yang melakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan dengan jumlah bruto pengalihannya kurang dari Rp60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah) dan bukan merupakan jumlah yang dipecahpecah

2.    orang pribadi atau badan yang menerima atau memperoleh penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan kepada Pemerintah guna pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum yang memerlukan persyaratan khusus

3.    orang pribadi yang melakukan pengalihan tanah dan/atau bangunan dengan cara hibah kepada derajat, badan keagamaan, badan pendidikan, pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil, Peraturan Menteri Keuangan, sepanjang hibah tersebut tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan antara pihakpihak yang bersangkutan; keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan badan sosial termasuk yayasan, koperasi atau orang

4.    badan yang melakukan pengalihan tanah dan/atau bangunan dengan cara hibah kepada badan termasuk yayasan, koperasi atau orang pribadi yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri Keuangan, sepanjang hibah tersebut tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan; atau keagamaan, badan pendidikan, badan sosial menjalankan usaha mikro dan kecil, yang

5.    pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan karena warisan.

Example :
Harga jual transaksi Rp 200.000.000
PPh final = 5% x Rp 200.000.000 = Rp 10.000.000



PAJAK BUMI BANGUNAN (PBB )
A.  SUBJEK PAJAK

Orang atau badan yang secara nyata mempunyai hak atas bumi, dan atau memperoleh manfaat atas bumi, dan atau memiliki, menguasai, dan atau memperoleh manfaat atas bangunan.

B.  OBJEK PAJAK

1 Objek PBB ?

Objek PBB adalah bumi dan/atau bangunan.

ü  Bumi adalah seluruh bumi baik permukaan dan tubuh bumi yang ada di bawahnya;

ü  Bangunan adalah konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada tanah dan/atau perairan. Termasuk dalam pengertian bangunan adalah :

jalan lingkungan yang terletak dalam suatu kompleks bangunan seperti hotel, pabrik, dan emplasemennya, dan lain-lain yang merupakan satu kesatuan dengan kompleks bangunan tersebut; - jalan TOL; - kolam renang; - pagar mewah; - tempat olah raga; - galangan kapal, dermaga; - taman mewah; - tempat penampungan/kilang minyak, air dan gas, pipa minyak; - fasilitas lain yang memberikan manfaat.

2 Objek pajak yang tidak dikenakan PBB ?

ü  Objek Pajak yang digunakan semata-mata untuk melayani kepentingan umum di bidang ibadah, sosial, kesehatan, pendidikan, dan kebudayaan nasional, yang tidak dimaksudkan untuk memperoleh keuntungan;

ü  Objek Pajak yang digunakan untuk kuburan, peninggalan purbakala, atau yang sejenis dengan itu;

ü  Objek Pajak merupakan hutan lindung, hutan suaka alam, hutan wisata, taman nasional, tanah penggembalaan yang dikuasai oleh desa, dan tanah negara yang belum dibebani suatu hak;

ü  Objek Pajak yang digunakan oleh perwakilan diplomatik, konsulat berdasarkan asas perlakuan timbal balik;

ü  Objek Pajak yang digunakan oleh badan atau perwakilan organisasi internasional yang ditentukan oleh Menteri Keuangan.

C.  TARIF PBB

Tarif PBB adalah tunggal sebesar 0,5% (lima per sepuluh persen)

D.  DASAR PENGENAAN DAN CARA MENGHITUNG PBB

1.    Pegurang dalam penghitungan PBB Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NJOPTKP). NJOPTKP diberikan kepada setiap Wajib Pajak sebagai pengurang penghitungan PBB terutang.

2.    Besarnya NJOPTKP

NJOPTKP ditetapkan secara regional (setiap kabupaten/kota) paling banyak sebesar Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah) untuk setiap Wajib Pajak oleh Kepala Kanwil DJP atas nama Menteri Keuangan dengan mempertimbangkan pendapat Pemda setempat.
3.    Perlakuan pemberian NJOPTKP

kepada Wajib Pajak yang memiliki lebih dari satu Objek PBB NJOPTKP diberikan hanya sekali untuk Objek PBB yang nilainya paling tinggi untuk satu tahun pajak.

4.    Dasar pengenaan PBB

Dasar pengenaan PBB adalah Nilai Jual Objek Pajak (sales value = NJOP), yaitu harga rata-rata yang diperoleh dari transaksi jual beli yang terjadi secara wajar. Bilamana tidak terdapat transaksi jual beli, NJOP ditentukan melalui perbandingan harga dengan objek lain yang sejenis, atau nilai perolehan baru, atau Nilai Jual Objek Pajak pengganti. NJOP ditetapkan setiap tiga tahun oleh Menteri Keuangan, kecuali untuk daerah tertentu ditetapkan setiap tahun sesuai perkembangan daerahnya. Yang dimaksud dengan :

ü  Perbandingan harga dengan objek lain yang sejenis, adalah suatu pendekatan/metode penentuan nilai jual suatu objek pajak dengan cara membandingkannya dengan objek pajak lain yang sejenis yang letaknya berdekatan dan fungsinya sama dan telah diketahui harga jualnya;
ü  Nilai perolehan baru, adalah suatu pendekatan/metode penentuan nilai jual suatu objek pajak dengan cara menghitung seluruh biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh objek tersebut pada saat penilaian dilakukan, yang dikurangi dengan penyusutan berdasarkan kondisi fisik objek tersebut;
ü  Nilai jual pengganti, adalah suatu pendekatan/metode penentuan nilai jual suatu objek pajak yang berdasarkan pada hasil produksi objek pajak tersebut.

5.    Cara untuk memudahkan penghitungan PBB terutang Cara untuk memudahkan penghitungan PBB terutang adalah dengan membuat klasifikasi bumi dan bangunan, yaitu pengelompokan bumi dan bangunan menurut nilai jualnya. Klasifikasi dimaksud sekaligus sebagai pedoman penentuan NJOP. Faktor-faktor yang diperhatikan dalam dalam penentuan klasifikasi bumi adalah :

1. letak; 2. peruntukan; 3. pemanfaatan; 4. kondisi lingkungan dan lain-lain Faktor-faktor yang diperhatikan dalam dalam penentuan klasifikasi bangunan adalah : 1. bahan yang digunakan; 2. rekayasa; 3. letak; 4. kondisi lingkungan dan lain-lain.

6.    Dasar penghitungan PBB

Dasar penghitungan PBB adalah Nilai Jual Kena Pajak (assessment value = NJKP) yaitu suatu persentase tertentu dari NJOP yang dipergunakan sebagai dasar penghitungan PBB. NJKP ditetapkan serendah-rendahnya 20% (dua puluh persen) dan setinggi-tingginya 100% (seratus persen) dari NJOP.


o   1) sebesar 40 % dari NJOP apabila NJOP bernilai Rp1.000.000.000,- (satu milyar rupiah ) atau lebih;
o   2) sebesar 20 % dari NJOP apabila NJOP bernilai kurang dari Rp1.000.000.000,- (satu milyar rupiah ).

7.    Cara menghitung PBB terutang

Penghitungan PBB adalah sebagai berikut :

        -NJOP sebagai dasar pengenaan PBB = Jumlah NJOP bumi dan bangunan• - NJOP untuk penghitungan PBB = NJOP sebagai dasar pengenaan PBB dikurangi dengan NJOPTKP

        -NJKP = (20% atau 40%)* x NJOP untuk penghitungan PBB

        -PBB yang terutang = 0,5% x NJKP NJOP bumi = luas bumi x NJOP bumi per m2 NJOP bangunan = luas bangunan x NJOP bangunan per m2 *) Besarnya ditentukan berdasarkan jumlah NJOP bumi dan bangunan dan sektor.

E. TAHUN PAJAK, SAAT, DAN TEMPAT YANG MENENTUKAN PBB TERUTANG

1. Saat PBB terutang

Saat PBB terutang adalah keadaan objek PBB pada tanggal 1 Januari untuk suatu tahun pajak tertentu (jangka waktu satu tahun takwim)

2. Tempat PBB terutang
Tempat PBB terutang adalah : Meliputi letak objek PBB.
F. PENDAFTARAN, SURAT PEMBERITAHUAN OBJEK PAJAK (SPOP)
SURAT PEMBERITAHUAN PAJAK TERUTANG (SPPT), DAN SURAT KETETAPAN PAJAK (SKP)

1.        Apa kewajiban subjek PBB dalam rangka pendaftaran Objek PBB ? Mendaftarkan objek PBB-nya dengan mengisi SPOP secara jelas, benar, dan lengkap serta ditandatangani dan disampaikan ke KPPBB/KP4/tempat lain yang ditunjuk yang wilayah kerjanya meliputi letak objek PBB, selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari setelah tanggal diterimanya SPOP oleh subjek PBB. Pelaksanaan dan tata cara pendaftaran objek pajak sebagaimana diatur lebih lanjut oleh Menteri Keuangan. SPOP adalah sarana bagi Wajib Pajak untuk mendaftarkan Objek PBB yang akan dipakai sebagai dasar untuk menghitung PBB yang terutang. Yang dimaksud dengan jelas, benar, dan lengkap adalah :

        Jelas, berarti penulisan data yang diminta dalam SPOP dibuat sedemikian rupa, sehingga tidak menimbulkan salah tafsir yang dapat merugikan negara maupun Wajib Pajak sendiri;
        Benar, berarti data yang dilaporkan harus sesuai dengan keadaan yang sebenarnya;

        Lengkap berarti seluruh bagian yang harus diisi oleh Wajib Pajak terisi semua dan ditandatangani.

2.    sanksi yang dapat dikenakan apabila Wajib Pajak tidak mengembalikan SPOP atau mengisi SPOP secara jelas, benar, dan lengkap

a.    Sanksi Administrasi

        Dalam hal WP tidak menyampaikan kembali SPOP pada waktunya dan setelah ditegur secara tertulis tidak disampaikan sebagaimana ditentukan dalam surat teguran, maka akan diterbitkan Surat Ketetapan Pajak (SKP) dengan sanksi berupa denda administrasi sebesar 25% dari PBB yang terutang.
        Apabila pengisian SPOP setelah diteliti atau diperiksa ternyata tidak benar (lebih kecil), maka akan diterbitkan SKP dengan sanksi berupa denda administrasi sebesar 25% dari selisih besarnya PBB yang terutang.

b.    Sanksi Pidana

        Barang siapa karena kealpaannya tidak mengembalikan SPOP atau mengembalikan SPOP tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap dan/ atau melampirkan keterangan yang tidak benar sehingga menimbulkan kerugian bagi negara, dipidana dengan pidana kurungan selama-lamanya 6 (enam) bulan atau denda setinggi-tingginya 2 (dua) kali lipat pajak yang terutang;

 Barang siapa karena dengan sengaja :

1.    Tidak mengembalikan atau menyampaikan SPOP kepada Direktorat Jenderal Pajak;

2.    Menyampaikan SPOP tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap dan atau melampirkan keterangan yang tidak benar;

3.    Memperlihatkan surat palsu atau dipalsukan atau dokumen yang palsu atau dipalsukan seolah-olah benar;

4.    Tidak memperlihatkan data atau tidak meminjamkan surat atau dokumen lainnya;

5.    Tidak menunjukkan data atau tidak menyampaikan keterangan yang diperlukan; sehingga menimbulkan kerugian pada negara, dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya 2 (dua) tahun atau denda setinggi-tingginya sebesar 5 (lima) kali pajak yang terutang. Sanksi pidana tersebut dilipatkan dua apabila seseorang melakukan lagi tindak pidana di bidang perpajakan sebelum lewat satu tahun, terhitung sejak selesainya menjalani sebagian atau seluruh pidana penjara yang dijatuhkan atau sejak dibayarnya denda.

3. SPPT

SPPT adalah Surat Keputusan Kepala KPPBB mengenai besarnya PBB terutang yang harus dibayar oleh Wajib Pajak pada 1 (satu) tahun pajak tertentu. SPPT diterbitkan berdasarkan data sebagaimana tertulis pada SPOP.

4. Hak Wajib Pajak atas SPPT

        Menerima SPPT PBB setiap tahun pajak.
        Mendapatkan penjelasan segala sesuatu yang berhubungan dengan ketetapan PBB.
        Mengajukan keberatan dan atau pengurangan.
        Mendapatkan Surat Tanda Terima Setoran (STTS) atau Bukti Pelunasan Pembayaran PBB dari Tempat Pembayaran (TP yaitu Bank/Kantor Pos yang tercantum pada SPPT atau ATM) atau Tanda Terima Sementara (TTS) dari petugas pemungut PBB Kelurahan/Desa yang ditunjuk resmi dengan SK Walikota/Bupati.


5. kewajiban Wajib Pajak atas SPPT

        Menandatangani bukti tanda terima SPPT dan menyampaikannya kembali kepada Lurah/Kepala Desa/Dinas Pendapatan Daerah/KP4 untuk diteruskan ke KPPBB yang menerbitkan SPPT atau menyampaikannya ke KPPBB.
         Membayar/melunasi PBB terutang pada tempat yang telah ditentukan.

6. SKP PBB?

SKP PBB adalah Surat Keputusan Kepala KPPBB yang memberitahukan besarnya PBB yang terutang termasuk denda administrasi kepada Wajib Pajak yang tidak memenuhi kewajiban perpajakan sebagaimana mestinya.

1. Apa yang menyebabkan SKP PBB diterbitkan ?

SKP diterbitkan apabila :
        Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP) tidak disampaikan kembali dalam jangka waktu 30 hari dan setelah ditegur secara tertulis tidak disampaikan sebagaimana ditentukan dalam surat teguran.

        Berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain yang ada ternyata jumlah PBB yang terutang lebih besar dari jumlah PBB yang dihitung berdasarkan SPOP yang disampaikan oleh WP.

7. Berapakah besarnya PBB terutang dalam SKP PBB?

        Jumlah PBB yang terutang dalam SKP yang disebabkan oleh pengembalian SPOP lewat 30 hari setelah diterima WP adalah sebesar pokok pajak ditambah dengan denda administrasi sebesar 25% dihitung dari pokok pajak.

        Jumlah PBB yang terutang dalam SKP yang disebabkan oleh hasill pemeriksaan atau keterangan lainnya, dihitung berdasarkan SPOP ditambah denda administrasi 25% dari selisih PBB yang terutang.

G. TATA CARA PEMBAYARAN DAN PENAGIHAN

1. Batas waktu pelunasan utang PBB

        Berdasarkan SPPT yang diterima, Wajib Pajak harus melunasi utang PBB-nya selambat-lambatnya 6 (enam) bulan sejak tanggal diterimanya SPPT.
        Berdasarkan SKP yang diterima, Wajib Pajak harus melunasi utang PBB-nya selambat-lambatnya 1 (satu) bulan sejak tanggal diterimanya SKP.

2. Besar denda yang dikenakan kepada Wajib Pajak yang belum melunasi

utang PBB-nya setelah lewat jatuh tempo
PBB terutang yang pada saat jatuh tempo pembayaran tidak dibayar atau kurang dibayar dikenakan denda administrasi sebesar 2% (dua persen) sebulan, yang dihitung dari saat jatuh tempo sampai dengan hari pembayaran untuk jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan.

3. Cara membayar PBB

Wajib pajak membayar PBB terutang melalui :
        - Bank atau Kantor Pos yang tercantum pada SPPT atau
        - ATM bank-bank tertentu (BCA, BII) atau
        - Counter/teller bank-bank tertentu (Bank Nusantara Parahyangan) atau
        - Petugas pemungut PBB Kelurahan/Desa yang ditunjuk resmi dengan SK Walikota/Bupati.
Catatan : Pembayaran harus dilakukan sekaligus (tidak diperkenankan mencicil).

4. Dasar penagihan PBB

Dasar penagihan PBB adalah SPPT, SKP, dan Surat Tagihan Pajak (STP).

5. Apa saja yang dapat ditagih dengan STP PBB?

Pokok pajak terutang yang belum atau kurang dibayar dan atau denda administrasi. STP harus dilunasi selambat-lambatnya 1 (satu) bulan sejak tanggal diterimanya STP oleh Wajib Pajak.

6. Dalam hal bagaimana STP PBB diterbitkan ?

        Wajib pajak tidak melunasi PBB terutang setelah lewat jatuh tempo pembayaran SPPT/SKP.

        Wajib pajak melunasi PBB terutang setelah lewat jatuh tempo pembayaran SPPT/SKP, tetapi denda administrasi tidak dilunasi.

7. Apakah upaya yang dapat dilakukan apabila STP PBB telah lewat jatuhtempo dan tidak dilunasi ?

Apabila STP PBB tidak dibayar setelah lewat jatuh tempo ditagih dengan Surat Paksa (SP) berdasarkan UU Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa s.t.d.d. UU Nomor 19 Tahun 2000.

H. KEBERATAN DAN BANDING

1. Apa saja yang dapat diajukan permohonan keberatan PBB ?
Yang dapat diajukan keberatan PBB adalah besarnya PBB terutang sebagaimana tercantum dalam SPPT atau SKP. Keberatan dimaksud dapat dikarenakan :
        Kesalahan luas bumi dan atau bangunan;
        Kesalahan klasifikasi bumi dan atau bangunan;
        Kesalahan penetapan/pengenaan

        Terdapat perbedaan penafsiran peraturan perundang-undangan PBB antara Wajib Pajak dan fiskus;

        Kesalahan Penetapan Subjek Pajak. Keberatan atas SPPT atau SKP harus diajukan masing-masing dalam satu surat keberatan tersendiri untuk setiap tahun pajak.

2. Bagaimana tata cara permohonan keberatan PBB ?

        Membuat permohonan secara tertulis dalam bahasa Indonesia kepada Kepala KPPBB disertai dengan alasan yang jelas.
        Menyampaikan permohonan secara lengkap sesuai dengan ketentuan yang berlaku dalam batas waktu  (tiga) bulan sejak diterimanya SPPT atau SKP,
kecuali Wajib Pajak dapat menunjukkan bahwa jangka waktu itu tidak dapat dipenuhi karena keadaan di luar kekuasaannya.
        Diajukan per Objek PBB dan per tahun pajak.
        Melampirkan foto kopi sebagai berikut :
         Bukti pemilikan hak atas tanah/sertifikat; dan/atau
         Bukti Surat Ukur/Rincik; dan/atau
         Akta Jual Beli; dan/atau
         SPPT/SKP; dan/atau
         Izin Mendirikan Bangunan (IMB); dan/atau
         Bukti pendukung (resmi) lainnya.
        Tanda penerimaan Surat Keberatan yang diberikan oleh pejabat Direktorat
        Jenderal Pajak yang ditunjuk untuk itu atau tanda pengiriman Surat Keberatan
        melalui pos tercatat menjadi tanda bukti penerimaan Surat Keberatan tersebut
        bagi kepentingan Wajib Pajak.
        Apabila diminta oleh Wajib Pajak untuk keperluan pengajuan keberatan,
Direktur Jenderal Pajak wajib memberikan secara tertulis hal-hal yang menjadi
dasar pengenaan PBB.  
        Ø Pengajuan keberatan tidak menunda kewajiban membayar PBB dan pelaksanaan penagihan.

3. Berapa lama jangka waktu penyelesaian permohonan keberatan PBB ?

Direktur Jenderal Pajak dalam jangka waktu paling lama 12 (dua belas) bulan sejak tanggal Surat Permohonan Keberatan diterima, harus memberi keputusan atas keberatan yang diajukan. Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud telah lewat dan Direktur Jenderal Pajak tidak memberikan suatu keputusan, maka keberatan yang diajukan tersebut dianggap diterima.

4. Apa yang dapat disampaikan oleh Wajib Pajak sebelum keputusan

keberatan diterbitkan ? Sebelum surat keputusan keberatan diterbitkan, Wajib Pajak dapat
menyampaikan alasan tambahan atau penjelasan tertulis.

5. Apa bentuk keputusan keberatan ?

Keputusan Keberatan dapat berupa :
        menerima seluruhnya, apabila data/bukti-bukti yang dilampirkan dalam pengajuan keberatan dan/atau diperoleh dalam pemeriksaan terbukti kebenarannya.
        menerima sebagian, apabila data/bukti-bukti yang dilampirkan dalam pengajuan keberatan dan/atau diperoleh dalam pemeriksaan sebagian terbukti kebenarannya.
        menolak, apabila data/bukti-bukti yang dilampirkan dalam pengajuan keberatan dan/atau diperoleh dalam pemeriksaan tidak terbukti kebenarannya.
        menambah jumlah pajaknya, apabila data/bukti-bukti yang dilampirkan dalam pengajuan keberatan dan/atau diperoleh dalam pemeriksaan, mengakibatkan peningkatan jumlah PBB-nya.

6. Yang dapat dilakukan Wajib Pajak jika permohonan keberatannya ditolak

Wajib pajak yang keberatannya ditolak dapat mengajukan banding ke Badan Pengadilan Pajak (BPP). Ketentuan banding PBB mengikuti ketentuan dalam UU Nomor 6 Tahun 1983 tentang KUP stdtd UU Nomor 16 Tahun 2000.

7. Bentuk putusan Banding , Putusan Banding dapat berupa :

        - menolak;
        - mengabulkan sebagian atau seluruhnya;
        - menambah pajak yang harus dibayar;
        - tidak dapat diterima;

8. Sifat Putusan Banding

Putusan Banding oleh BPP bukan merupakan putusan final dan dapat diajukan Peninjauan Kembali (PK) ke Mahkamah Agung.

9. Keputusan Banding menerima sebagian atau seluruhnya ?

Apabila putusan banding menerima sebagian atau seluruhnya, maka kelebihan pembayaran dikembalikan dengan ditambah imbalan bunga sebesar 2% untuk jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dihitung sejak tanggal pembayaran yang menyebabkan kelebihan pembayaran PBB sampai dengan diterbitkannya Putusan Banding.

I. PENGURANGAN
1. Pengurangan PBB dapat diberikan kepada :
Pengurangan PBB yaitu pemberian keringanan pembayaran PBB yang terutang atas Objek PBB dapat diberikan kepada :
        Wajib pajak orang pribadi atau badan karena kondisi tertentu Objek PBB yang ada hubungannya dengan Subjek PBB dan atau karena sebab-sebab tertentu lainnya, yaitu :
  •         lahan pertanian/perkebunan/perikanan/peternakan yang hasilnya sangat terbatas yang dimiliki/dikuasai atau dimanfaatkan oleh Wajib Pajak Orang Pribadi;
  •     Objek PBB yang dimiliki, dikuasai dan atau dimanfaatkan oleh Wajib Pajak Orang Pribadi yang berpenghasilan rendah yang nilai jualnya meningkat disebabkan karena adanya pembangunan atau perkembangan lingkungan;
  •     Objek PBB yang dimiliki, dikuasai dan atau dimanfaatkan oleh Wajib Pajak Orang Pribadi yang penghasilannya semata-mata berasal dari pensiun, sehingga kewajiban PBB-nya sulit dipenuhi;
  •   Objek PBB yang dimiliki, dikuasai, dan atau dimanfaatkan oleh masyarakat berpenghasilan rendah, sehingga kewajiban PBB-nya sulit dipenuhi;
  •        Objek Pajak yang dimiliki, dikuasai, atau dimanfaatkan oleh Wajib Pajak Badan yang mengalami kerugian dan kesulitan likuiditas yang serius sepanjang tahun, sehingga tidak dapat memenuhi kewajiban rutin perusahaan; Pemberian pengurangan dapat diberikan setinggi-tingginya 75% (tujuh puluh lima persen) dan ditetapkan berdasarkan kondisi/penghasilan Wajib Pajak.

        Wajib Pajak Orang Pribadi dalam hal objek PBB terkena bencana alam seperti gempa bumi, banjir, tanah longsor, gunung meletus, dan sebagainya serta sebabsebab lain yang luar biasa seperti kebakaran, kekeringan, wabah penyakit, dan hama tanaman. Untuk kondisi Wajib Pajak ini dapat diberikan pengurangan sampai dengan 100% (seratus persen).
   Wajib Pajak anggota veteran pejuang kemerdekaan dan veteran pembela kemerdekaan termasuk janda/dudanya. Pemberian pengurangan ditetapkan 75% (tujuh puluh lima persen), akan tetapi bagi janda/dudanya telah menikah lagi diberikan setinggi-tingginya 75% (tujuh puluh lima persen) dan ditetapkan berdasarkan kondisi/penghasilan Wajib Pajak.

2. Bagaimana tata cara pengajuan permohonan pengurangan PBB ?

        Diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia kepada Kepala KPPBB yang menerbitkan SPPT/SKP dengan menyebutkan persentase pengurangan yang diminta.

        Pengajuan permohonan dilakukan dengan ketentuan :

  •   Untuk ketetapan PBB s/d Rp100.000,- (seratus ribu rupiah) dapat diajukan secara perseorangan atau kolektif (melalui Kepala Desa/Lurah dan diketahui oleh Camat).
  •       Untuk ketetapan PBB di atas Rp100.000,- (seratus ribu rupiah) harus diajukan oleh WP yang bersangkutan dengan melampirkan :

        1). fotokopi SPPT/SKP PBB Tahun Pajak yang dimohonkan;
        2). fotokopi STTS tahun pajak terakhir;
        3). fotokopi KTP/SIM/Tanda Pengenal Diri lainnya.
        o Untuk WP Badan, melampirkan fotokopi :
        1). SPPT/SKP PBB tahun yang dimohonkan;
        2). fotokopi STTS tahun pajak terakhir;
        3). SPT PPh tahun terakhir;
        4). Laporan Keuangan Perusahaan.

        o Untuk Objek Pajak yang terkena bencana alam, hama tanaman dan sebab lain yang luar biasa dan bersifat massal diajukan oleh Kepala Desa/Lurah dengan diketahui oleh Camat dengan mencantumkan nama-nama Wajib Pajak yang dimohonkan pengurangannya dengan mempergunakan formulir yang telah ditentukan.

        Permohonan diajukan selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan terhitung sejak SPPT/SKP diterima Wajib Pajak atau terjadinya bencana alam atau sebab-sebab lain yang luar biasa.

        Pengurangan atas SKP hanya dapat diberikan atas pokok ketetapan PBB terutang
        Apabila batas waktu pengajuan tersebut tidak dipenuhi, maka permohonannya tidak diproses, dan Kepala KPPBB yang bersangkutan harus memberitahukan secara tertulis kepada WP/Kepala Desa/Lurah, disertai penjelasan seperlunya.

3. Kriteria pengajuan permohonan pengurangan PBB ?

        Pengurangan PBB untuk masing-masing kabupaten/kota hanya diberikan untuk 1 (satu) objek PBB yang dimiliki, dikuasai dan atau dimanfaatkan Wajib Pajak;
        Dalam hal Wajib Pajak Orang Pribadi memiliki, menguasai dan atau memanfaatkan lebih dari 1 (satu) objek PBB maka objek yang dapat diajukan permohonan pengurangan adalah objek PBB yang menjadi tempat domisili Wajib Pajak;
        Dalam hal Wajib Pajak yang memiliki, menguasai dan atau memanfaatkan lebih dari 1 (satu) objek PBB adalah Wajib Pajak Badan, maka objek yang dapat diajukan permohonan pengurangan adalah salah satu objek pajak yang dimiliki, dikuasai, dan atau dimanfaatkan Wajib Pajak.

K. PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN PBB
1. Dalam hal apa terjadi kelebihan pembayaran PBB ?

Kelebihan pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) terjadi dalam hal pembayaran yang dilakukan oleh Wajib Pajak (WP) lebih besar dari jumlah PBB yang seharusnya terutang.

2. Apakah penyebab terjadinya kelebihan pembayaran PBB ?
• Perubahahan peraturan;
• Surat Keputusan Pemberian Pengurangan;
• Surat Keputusan Penyelesaian Keberatan;
• Putusan Banding;
• Kekeliruan pembayaran.
3. Bagaimanakah perlakuan atas kelebihan pembayaran PBB ?
Kelebihan Pembayaran PBB dapat dikembalikan kepada Wajib Pajak (restitusi), diperhitungkan dengan utang pajak lainnya, atau disumbangkan kepada Negara.
4. Bagaimana tata cata pengajuan permohonan atas kelebihan pembayaran PBB ?
        WP mengajukan permohonan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan menyebutkan jumlah kelebihan pembayaran disertai alasan yang jelas kepada Direktur Jenderal Pajak c.q. Kepala KPPBB yang menerbitkan SPPT/SKP/STP.
        Surat permohonan disampaikan langsung atau dikirim melalui pos tercatat;
        Surat permohonan dilampiri dengan dokumen yang berkaitan dengan Objek Pajak yang dimohonkan berupa:

        fotokopi SPPT/SKP/STP dan Surat Keputusan Keberatan/Banding dan/atau Surat Keputusan pemberian pengurangan;

        -Asli Surat Tanda Terima Setoran (STTS) PBB.

5. Dalam jangka waktu maksimal berapa lama KPPBB harus memberikan
jawaban atas surat permohonan dari Wajib Pajak ? Surat Keputusan Direktur Jenderal Pajak harus diterbitkan dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan sejak diterimanya surat permohonan secara lengkap dari Wajib Pajak. Apabila dalam jangka waktu tersebut surat keputusan tidak diterbitkan maka permohonan Wajib Pajak dianggap dikabulkan.
6. Apakah bentuk Surat Keputusan yang dapat diterbitkan atas
pengembalian kelebihan pembayaran PBB ? Kepala KPPBB atas nama Direktur Jenderal Pajak menerbitkan :
        Surat Keputusan Kelebihan Pembayaran Pajak PBB (SKKPP PBB), apabila jumlah PBB yang dibayar ternyata lebih besar dari yang seharusnya terutang;
        Surat Pemberitaan (SPb), apabila jumlah PBB yang dibayar sama dengan jumlah PBB yang seharusnya terutang;
        Surat Ketetapan Pajak (SKP), apabila jumlah PBB yang dibayar ternyata kurang dari jumlah PBB yang seharusnya terutang.
7. Dalam jangka waktu maksimal berapa lama Kepala KPPBB harus
menerbitkan Surat Perintah Membayar Kelebihan Pajak PBB (SPMKPPBB)? Kepala KPPBB harus menerbitkan Surat Perintah Membayar Kelebihan Pajak PBB (SPMKPPBB) dalam jangka waktu 2 (dua) bulan sejak diterbitkannya SKKPPPBB. Dalam hal KPPBB terlambat menerbitkan SPMKPPBB, maka WP diberikan bunga sebesar 2 % (dua persen) sebulan sampai dengan diterbitkannya SPMKPPBB.
L. LAIN-LAIN (250304 )
Pejabat yang berkaitan dengan Objek PBB Pejabat yang tugas pekerjaannya berkaitan langsung dengan objek PBB adalah : Camat sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah, Notaris Pejabat Pembuat Akta Tanah, dan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT).
Kewajiban PAJAK PEMBELI
PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN )
1. Atas penyerahan tanah dan/ bangunan yang terutang Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
sesuai dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2000,
Tarif

Penyetoran


Pelaporan
10% x harga jual, 0% untuk rumah sederhana

SSP pribadi atau badan ,di setor ke bank persepsi /kantor pos
max tanggal 15 bulan berikunya setelah pengeluaran baiaya

SPT Masa PPN (1107)
Max tanggal 20 bulan berikuntya.

PERLAKUAN PPnBM PADA REAL ESTATE
Rumah mewah dikenakan PPnBM 20%, yang termasuk :
        Hunian mewah seperti apartemen,kondominium, town house, Luas 150 m2 atau lebih dan harga jual bangunanya Rp 4.000.000/m2 tidak termasuk nilai tanahnya.
        Rumah termasuk rukan atau ruko dengan luas bangunan min . 400 m2 dan harga jual bangunan/m2 Rp 3.000.000/m2 tidak termasuk nilai tanah
        PPnBM hanya berlaku untuk pembelian properti dari developer, tidak untuk transaksi antar perorangan. Pajak langsung dibayar konsumen saat bertransaksi.
Untuk property yang dibeli dari developer,pemungutan dan pelaporan biasanya dilakukan developer.Beli kavling dikawasan real estate tetap kena PPN, diluar kawasan real estate tidak kena PPN.
PPN ATAS KEGIATAN MEMBANGUN SENDIRI
Kegiatan membangun sendiri dikenakan PPN apabila :
        Membangun sendiri tidak dalam lingkungan perusahaan atau pekerjaan oleh pribadi atau badan, yang hasilnya digunakan sendiri atau digunakan oleh pihak lain.
        Bangunan diperuntukkan bagi tempat tinggal atau tempat usaha.
        Yang dimaksud dengan bangunan untuk tempat tinggal adalah bangunan atau konstruksi yang semata-mata diperuntukkan bagi tempat tinggal (tidak termasuk fasilitas olah raga atau fasilitas lain).
        Yang dimaksud dengan bangunan untuk tempat usaha adalah keseluruhan bangunan atau konstruksi yang diperuntukkan bagi tempat usaha termasuk seluruh fasilitas yang ada.
        Luas bangunan minimal 300 m2 .
        Bangunan bersifat permanent.
        Yang dimaksud bangunan permanent adalah bangunan yang konstruksi utamanya terdiri dari beton dan/atau kayu dan/atau baja dan/ atau bahan lain yang umur bangunannya lebih dari 25 (dua puluh lima) tahun. Tarif dan DPP untuk kegiatan membangun sendiri :
        Pajak Pertambahan Nilai = 10 % (sepuluh persen) dari Dasar Pengenaan Pajak. DPP atas kegiatan membangun sendiri = 40% (empat puluh persen) x seluruh biaya yang dikeluarkan atau dibayarkan, tidak termasuk harga perolehan tanah. Atau PPN terutang = 10% x 40% x jumlah biaya yang dikeluarkan atau dibayarkan, tidak termasuk harga perolehan tanah pada setiap bulannya. Termasuk dalam pengertian seluruh biaya yang dikeluarkan atau dibayarkan untuk membangun sendiri adalah juga jumlah Pajak Pertambahan Nilai yang dibayar atas perolehan bahan dan jasa untuk kegiatan membangun sendiri tersebut.
SAAT & TEMPAT PAJAK TERHUTANG ATAS KEGIATAN MEMBANGUN
        Saat yang menentukan Pajak Pertambahan Nilai terutang adalah saat dimulainya secara fisik kegiatan membangun sendiri (menggali fondasi, memasang tiang pancang dan lain-lain).
        Kegiatan membangun sendiri yang dilakukan secara bertahap dianggap merupakan satu kesatuan kegiatan sepanjang tenggang waktu antara tahapantahapan tersebut tidak lebih dari 2 (dua) tahun.
        Tempat pajak terutang atas kegiatan membangun sendiri adalah di tempat bangunan tersebut didirikan.
KEGIATAN MEMBANGUN SENDIRI DI KAWASAN REAL ESTATE :
Membangun sendiri di atas tanah kavling pada Kawasan Real Estate terjadi sesudah
tanggal 1 Januari 1995, maka :
        Kegiatan membangun sendiri oleh pemilik Kavling di kawasan Real Estate dianggap dibangun oleh PKP Real Estate. PPN membangun sendiri terutang untuk setiap bulan, dimulai dari kegiatan secara fisik,spt penggalian fondasi dan pasang tiang pancang, dll.
        Pada saat ditandatanganinya surat pemesanan tanah/surat perjanjian jual beli /perjanjian jual beli / akta jual beli atas transaksi penjualan tanah kavling,pembeli tanah kavling wajib mengisi dan enandatangani form surat pernyataan kesanggupan membayar PPN atas kegiatan membangun sendiri yang diberikan oleh pihak real estate. Jadi PKP Real Estate harus memungut PPN yang terutang kepada pemilik kavling, kemudian menyetor dan melaporkannya dalam SPT Masa PPN pada bulan yang bersangkutan.
        DPP adalah sebesar nilai bangunan (tidak termasuk harga tanah) yang dihitung oleh PKP Real Estate seandainya rumah tersebut dibangun oleh PKP Real Estate.
        Seluruh biaya yang dikeluarkan oleh pemilik kavling sehubungan dengan pembangunan rumah tersebut dilaporkan kepada PKP Real Estate setiap bulan dan dianggap sebagai pembayaran termin.
        Apabila rumah tersebut telah selesai dibangun, PKP Real Estate harus menentukan nilai bangunan rumah tersebut sesuai dengan patokan harga yang berlaku. Dalam hal nilai bangunan yang dihitung oleh PKP Real Estate lebih besar dari jumlah pembayaran termin yang telah dilaporkan oleh pemilik kavling, maka atas selisih tersebut harus dipungut PPN, disetor dan dilaporkan oleh PKP Real Estate dalam SPT Masa PPN bulan yang bersangkutan kavling, maka atas selisih tersebut harus dipungut PPN, disetor dan dilaporkan oleh PKP Real Estate dalam SPT Masa PPN bulan yang bersangkutan.
        Pengusaha real estate wajib melaporkan penjualan tanah kavling kepada KPP yang wilyah kerjanya meliputi tempat tanah kavling berada.Bila tidak, yang dianggap melakukan pembangunan adalah pengusaha real estate.
        Tidak ada batasan luas atas pengenaan PPN atas membangun sendiri pada kawasan real estate, berapapun luasnya kena PPN. Apabila patokan harga bangunan yang berlaku lebih kecil daripada jumlah pembayaran termin maka DPP yang dipakai adalah jumlah pembayaran termin dan atas selisih tersebut tidak dapat direstitusi. Prinsip pengkreditan dengan pajak keluaran atas kegiatan membangun sendiri :
        Dalam hal kegiatan sendiri dilakukan oleh PKP, PPN yang tercantum dalam SSP tersebut tidak dapat dikreditkan dengan Pajak Keluaran, karena pembayaran PPN untuk kegiatan tidak dalam lingkungan perusahaan atau pekerjaan.
        Faktur Pajak atas perolehan Barang Kena Pajak yang digunakan untuk membangun rumah oleh pemilik real estate tidak dapat dikreditkan. Tarif dan DPP untuk kegiatan membangun sendiri :
        Pajak Pertambahan Nilai = 10 % (sepuluh persen) dari Dasar Pengenaan Pajak. DPP atas kegiatan membangun sendiri = 40% (empat puluh persen) x seluruh biaya yang dikeluarkan atau dibayarkan, tidak termasuk harga perolehan tanah. Atau PPN terutang = 10% x 40% atau 4% x jumlah biaya yang dikeluarkan atau dibayarkan, tidak termasuk harga perolehan tanah pada setiap bulannya.
Termasuk dalam pengertian seluruh biaya yang dikeluarkan atau dibayarkan untuk membangun sendiri adalah juga jumlah Pajak Pertambahan Nilai yang dibayar atas perolehan bahan dan jasa untuk kegiatan membangun sendiri tersebut. Example : Luas tanah 250 m2, dibangun sendiri tanpa jasa konstruksi atau real estate.Tidak ada pencatatan biaya yang tersistem.Standard harga bangunan adalah Rp 1.000.000/m2 sesuai ketentuan Dinas Cipta Karya PPN membangun sendiri = 40% x Rp 1.000.000. x 250 m2 = Rp 10.000.000


MEMBANGUN SENDIRI SECARA BERTAHAP
Membangun sendiri yang dilakukan secara bertahap dianggap merupakan satu kegiatan, sepanjang tenggang waktu antar tahapan tersebut tidak lebih dari 2 thn. Kalau pembangunan dilakukan secara bertahap dan luas bangunan pada tahap awal kurang dari 200 m2, kemudian tenggang waktu anatara kegiatan membangun sendiri tsb lebih adri 2 thn, sehingga luas bangunan yang dianggap secara bertahap tsb menjadi lebih dari 200m2, maka atas kegiatan membangun sendiri tsb tidak dikenakan PPN.
Example :
·         Bapak X pada juli 2008 membangun rumah pribadi seluas 150 m2 dengan biaya Rp 300.000.000 . Pada Mei 2010 bangunan diperluas menjadi 255 m2 dengan tambahan biaya Rp 200.000.000. PPN terutang = 4% x Rp 500.000.000 = Rp. 20.000.000
·         Pada Juli 2008 Y membangun rumah pribadi seluas 150 m2 dengan biaya pembangunan sebesar Rp 300.000.000.Pada agustus 2010, bangunan diperluas menjadi 255 m2 dengan tambahan biaya Rp 200.000.000. PPN terutang = nihil ( tidak terutang )
PERTIMBANGAN MEMBANGUN RUMAH SUSUN PADA REAL ESTATE
Pengerjaan rumah susun akn terutang PPN, kecuali atas rumah susun sederhana milik. Rumah susun sederhana milik (RUSUNAMI) adalah bangunan bertingkat yang dibangun dalam satu lingkungan yang dipergunakan sebagai tempat hunian yang dilengkapi kamar mandi/wc, dapur baik bersatu dengan unit hunian maupun terpisah dengan penggunaan komunal, yang perolehanya dibiayai dengan kredit pemilikan rumah bersubsidi atau tidk bersubsidi yang memiliki ketentuan sbb :
        Luas hunian ant 21 m2- 36 m2
        Harga Jual max Rp 144.000.000
        Diperuntukkan bagi orang pribadi yang mempunyai penghasilan max Rp 4.500.000/ bln dan memiliki NPWP
        Pembangunan mengacu pada peraturan Men PU yang mengatur ketentuan tekhnis pembangunan rusun sederhana
        Merupakan unit hunian pertama yang dimiliki, digunakan sendiri sebagai tempat tinggal, dan tidak dipindah tangankan dalam jangka waktu 5 thn sejak kepemilikan.Atas penyerahan RUSUNAMI dibebaskan dari pengenaan PPN.
MEMBANGUN MELALUI KONTRAKTOR
Kegiatan membangun sendiri lewat kontraktor atau pemborong bukan merupakan kegiatan membangun sendiri, sepanjang dapat dibuktikan bahwa atas kegiatan membangun tersebut telah dipungut PPN
BEA PEROLEHAN HAK TANAH & BANGUNAN (BPHTB)
BPHTB merupakan pajak yang dikenakan atas semua pengalihan hak atas property baik baru maupun lama,yang dibeli dari developer atau perorangan.
SUBJEK PAJAK
Orang pribadi atau badan yang memperoleh hak atas tanah dan atau bangunan.
OBJEK PAJAK
adalah perolehan hak atas tanah dan atau bangunan. Perolehan hak atas tanah dan atau bangunan meliputi:
a. Pemindahan hak karena
1.    jual beli;
2.    tukar-menukar;
3.    hibah;
4.    hibah wasiat;
5.    waris;
6.    pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lainnya;
7.    pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan;
8.    penunjukan pembeli dalam lelang;
9.    putusan hakim yang mempunyai kekuatan hukum tetap;
10.  penggabungan usaha;
11.  peleburan usaha;
12.  pemekaran usaha;
13.  hadiah.
b. Pemberian hak baru karena:
1. kelanjutan pelepasan hak;
2. di luar pelepasan hak.
Hak atas tanah adalah hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan, hak pakai, hak milik atas satuan rumah susun atau hak pengelolaan
• TARIF BPHTB.
Tarif pajak ditetapkan sebesar 5% (lima persen)
• PENGENAAN BPHTB
a)    a.pengenaan BPHTB karena waris dan Hibah Wasiat BPHTB yang terutang atas perolehan hak karena waris dan hibah wasiat adalah sebesar 50% dari BPHTB yang seharusnya terutang.
b)    b.pengenaan BPHTB karena pemberian Hak Pengelolaan. Besarnya BPHTB karena pemberian Hak Pengelolaan adalah sebagai berikut-0% (nol persen) dan BPHTB yang seharusnya terutang terutang dalam hal penerima Hak Pengelolaan adalah Departemen, Lembaga Pemerintah Non Departemen, Pemerintah Daerah Propinsi, Pemerintah Daerah Kabupaten/kota, Lembaga Pemerintah lainnya, dan Perusahaan Umum Pembangunan Perumahan Nasional (Perum Perumnas); -50% (lima puluh persen) dari BPHTB yang seharusnya terutang dalam hal penerima Hak Pengelolaan selain dimaksud diatas.
• PENGHITUNAGAN BPHTB
Besarnya BPHTB terutang adalah Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) dikurangi Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NPOPTKP) dikalikan tarif 5 % (limapersen). Secara matematis adalah;
BPHTB = 5 % X (NJOP/Nilai transaksi – NPOPTKP)
Example.
Nilai transaksi Rp 200 juta,
BPHTB yang harus dibayar adalah 5% x (Rp 200 juta - Rp60 juta) = Rp 7 juta. Bila transaksi hanya Rp60 juta atau kurang, BPHTB-nya nol.
        NJOP lebih kecil dibandingkan NPOPTKP, maka perolehan hak tersebut tidak
terutang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.
BPHTB = 5 % x (Rp. 50 juta – Rp. 60 juta)
= 5 % x (0)
= Rp. 0 (nihil).
        Pada tanggal 28 Juli 2006, Tuan“S” mendaftarkan warisan berupa tanah dan
bangunan yang terletak di Kota “BB” dengan NJOP PBB Rp. 400.000.000,00. NPOPTKP untuk perolehan hak karena waris untuk Kota “BB” ditetapkan sebesar Rp. 300.000.000,00. Besarnya NPOPKP adalah Rp. 400.000.000,00 dikurangi Rp. 300.000.000,00 sama dengan Rp. 100.000.000,00, maka perolehan hak tersebut terutang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan. BPHTB = 50% x 5 % x (Rp. 400 – Rp. 300) juta
= 50% x 5 % x ( Rp. 100) juta
= Rp. 2,5 juta.
Ketentuan BPHTB
1. BPHTB atas hak atas tanah yang dimiliki dan dipergunakan dalam perusahaan, atau dimiliki untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan, dapat dikurangkan sebagai biaya dalam penghitungan Penghasilan Kena Pajak melalui amortisasi hak atas tanah sepanjang hak atas tanah tersebut dapat diamortisasi sesuai ketentuan Pasal 11A UU PPh.
2. BPHTB atas hak atas bangunan yang dimiliki dan dipergunakan dalam perusahaan, atau dimiliki untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan dapat dikurangkan sebagai biaya dalam penghitungan Penghasilan Kena Pajak melalui penyusutan bangunan tersebut sesuai ketentuan Pasal 11 UU PPh;
3. PBB atas tanah dan bangunan yang dimiliki dan dipergunakan dalam perusahaan, atau dimiliki untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan, dapat dikurangkan sekaligus sebagai biaya dalam penghitungan Penghasilan Kena Pajak;
PENERIMAN Negara BUKAN PAJAK (PnBP)
Dikenakan atas pengalihan hak property seperti halnya BPHTB diatas, PnBP = 1/mil dari nilai transaksi + Rp 50.000 Kewajiban Dalam Hal Diperiksa
No Jenis SPT
Batas Waktu
Pembayaran
Batas Waktu
Pelaporan
Masa
1.    PPh Pasal 21/26 Tgl. 10 bulan berikut Tgl. 20 bulan berikut
2.    PPh Pasal 23/26 Tgl. 10 bulan berikut Tgl. 20 bulan berikut
3.    PPh Pasal 25(angsuran Pajak)
untuk wajib Pajak orang pribadi dan badan Tgl. 15 bulan berikut Tgl. 20 bulan berikut PPh Pasal 25 (angsuran Pajak) untuk wajib Pajak kriteria tertentu yang diperbolehkan melaporkan beberapa Masa Pajak dalam satu SPT Masa Akhir masa Pajak terakhir Tgl 20 setelah berakhirnya masa Pajak terakhir
         4 PPh Pasal 22, PPN & PPn BM oleh Bea Cukai
1 hari setelah dipungut 7 hari setelah pembayaran 5 PPh Pasal 4 ayat (2) Tgl. 10 bulan berikut Tgl. 20 bulan berikut PPh Pasal 15 Tgl. 10 bulan berikut Tgl. 20 bulan berikut Pph Pasal 4 ayat (2), Pasal 15. 21,23 PPN dan PPnBM untuk wajib Pajak criteria tertentu Sesuai batas waktu per SPT masa Tanggal 20 setelkah berakhirnya masa Pajak terakhir 6 PPN dan PPn BM - PKP Tgl. 15 bulan berikut Tgl. 20 bulan berikut Tahunan 1 PPh - Badan, OP, PPh Pasal 21 Tgl. 25 bulan ketiga setelah berakhirnya tahun atau bagian tahun pajak akhir bulan ketiga setelah berakhirnya tahun atau bagian tahun pajak 2 PBB 6 (enam) bulan sejak tanggal diterimanya SPPT
----
3 BPHTB Dilunasi pada saat terjadinya perolehan hak atas tanah dan bangunan
Ini peraturan lama;
Dan ini peraturan baru
PP No.34 thn 2016

1.Presiden Joko Widodo tlh menandatangani Peraturan Pemerintah (PP) No.34 Tahun 2016 trtgl 8 Agustus 2016 ttg PPh Final Penjualan Tanah n Bangunan sbsr 5% dr NJOP menjadi 2,5% yg berlaku 1 bln terhitung sejak PP ditandatangani (berlaku mulai 9 September 2016

2.Presiden Joko Widodo meminta para Gubernur, Bupati n Walikota jg melakukan perubahan Peraturan Daerah (Perda) tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah (BPHTB) utk perolehan/pembelian Tanah n Bangunan sbsr 5% menjadi 2,5%. (Implementasi pelaksanaannya didaerah sangat brgantung dgn kondisi daerah,Peraturan Daerah memerlukan persetujuan brsama Gubernur/Bupati/Walikota dgn DPRD stmpat)

3.Gubernur Provinsi DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama dan Menteri Agraria Tata Ruang/Kepala BPN Sofyan Djalil pd tgl 11 Agustus 2016 tlh mencapai ksepakatan :
a. BPHTB utk perolehan/pembelian tnh n bangunan smpai dgn NJOP sbsr Rp.2 M, ditetapkan NIHIL PEMBAYARAN

b.Atas tanah n bangunan trsbt yg blm bersertipikat; biaya utk memperoleh sertipikat hak atas tanah trsbt di BPN adalah sbsr Rp.300 Rb prsertipikat

c.Pemerintah Provinsi DKI Jkt akan mempersiapkan Anggaran Pendapatan n Belanja Daerah (APBD) 2017,utk meng _GRATIS_kan srtifikasi tnh n bangunan dgn NJOP dibawah Rp.2 M
Tgl 07/09 16:22,Info terbaru dr kantor Dirjen Pajak 

Dirjen Pajak keluarkan peraturan terbaru yg meringankan beban kita yg ingin bereskan laporan pajak masing2

Peraturan baru itu antara lain :

1.Nilai harta yg kita laporkan skrg tdk lg hrs harga pasar,tetapi harga wajar yg kita tentukan sendiri
Nilai yg kita tentukan ini tdk akan dikoreksi oleh petugas pajak n tdk hrs ada dokumen pendukungnya
Kedepannya pun petugas pajak tdk blh melakukan penelitian trhdp nilai harta yg kita masukan ke Tax Amnesty ini,jd bnr2 trsrh kita

2.Kalau ada rumah atau mobil atau harta lain yg dibeli dr income yg sdh bayar pajak,tdk usah bayar tax amnesty tp ikut pembetulan laporan pajak (SPT) sj
Bgt jg dgn harta warisan n hibah,jk blm msk di SPT ckp dilakukan pembetulan laporan pajak
Hanya perlu membayar Rp 100.000 biaya admin di kantor pajak
Dgn ikut pembetulan SPT ini,kita berarti patuh pd UU Perpajakan, tidur bs enak

3.Isi formulir jg skrg lbh gampang
Harta n utang yg tlh dilaporkan dilaporan pajak sblmnya tfk perlu dirinci lg,hanya perlu jumlah totalnya sj

4.Skrg pensiunan n masyarakat yg pendptannya Rp 4,5 jt per bln kebawah tdk perlu punya NPWP, tdk wajib lapor SPT,tdk wajib ikut Tax Amnesty n tdk akan kena sangsi TA atau pun sangsi pajak

5.Tdk usah ijin kantor utk ke kantor pajak,skrg kantor layanan pajak jg buka dihari Sabtu jam 8-2 siang n Minggu jam 8-12 siang

Kalau mau info lbh lengkap telp sj ke hotline Tax Amnesty : 1500 745


Tidak ada komentar:

Posting Komentar